Ajaran Islam Mengatur Tata Cara Perceraian Sebagai Jalan Terakhir

Mulianya Islam mengatur Soal Perceraian,  Berikut beberapa Fakta Talak (perceraian) yang salah di tengah Masyarakat.
  1. Saat Jatuh talak, Suami tidak menafkahi Istri
  2. Saat jatuh talak lebih dari masa 'Iddah nya Istri suami tidak melaksanakan komitmen gres pernikahaan kembali dengan mahar baru
  3. Saat jatuh talak sudah putus rujuk, putus rujuk, putus rujuk (3) lalu suami rujuk kembali
  4. Istri meninggalkan suami tanpa izin (selingkuh) suami tidak mau men-talak Istri, maka suami terkena dosa dayus dan Istri melaksanakan pernikhaan dengan selingkuhnya dengan pernikahaan fasad.
  5. Adanya pemutihan (tidak dinilai) talak pertama dan kedua pasa pasangan suami istri lantaran berakhir dengan rujuk. => dalam kodnsisi ini bekerjsama status talak pertama dan kedua hanya berlaku pada satu suami seumur hidup
  6. Suami meninggalkan istri bekerja lebih dari 1 bulan tetap memberi nafkah namun istri meminta di talak lantaran tidak terpenuhinya kebutuhan Biologis
Sekilas Soal TALAK (Perceraian Suami Istri) dalam Islam

Talak ialah upaya melepaskan tali ikatan ijab kabul atau melepaskan simpul perkawinan. Kebolehan adanya talak tidak didasarkan pada adanya ‘illat syar‘î, lantaran nash-nash yang mencantumkan problem talak, baik yang ada dalam al-Quran maupun hadis Nabi saw., tidak mengandung ‘illat apa pun.
Talak termasuk perkara yang halal lantaran memang telah diakui kehalalannya oleh syariat dan lantaran adanya sebab-sebab lain. Upaya menjatuhkan talak yang sesuai dengan syariat ada tiga jenis, talak demi talak (berurutan). Jika terjadi satu perceraian, maka berlaku talak kesatu. Pada kondisi ibarat ini, suami boleh merujuk istrinya kembali pada masa ‘iddah-nya tanpa perlu komitmen baru. Jika jatuh perceraian kedua kalinya, maka berlaku talak kedua. Pada kondisi semacam ini, suami boleh merujuk istrinya kembali pada masa ‘iddahnya, juga tanpa perlu komitmen baru. Jika masa ‘iddah-nya dalam dua keadaan di atas telah usai, sedangkan sang suami tidak merujuk istrinya,

maka talak yang terjadi menjadi talak bâ’in, atau disebut dengan istilah talak bâ’in sughrâ. Dalam kondisi ibarat ini, suami tidak halal merujuk kembali istrinya, kecuali dengan komitmen dan mahar yang baru. Selanjutnya, bila suami menjatuhkan talak untuk yang ketiga kalinya, maka berlaku talak bâ’in kubrâ. Dalam kondisi semacam ini, mantan suami dihentikan rujuk kembali dengan mantan istrinya, kecuali sehabis mantan istrinya itu kawin lagi dengan laki-laki lain yang lalu menggaulinya (setelah itu bercerai, pen) dan telah berakhir masa ‘iddah-nya.

Di kutip dari Kitab Sistem Pergaulan Dalam Islam : Syeikh Taqiyuddin An Nabhani