Syaikh Dr. Ahmad Thayyib : Hentikan Konflik Sunni Syiah, Kalian Bersaudara

Syaikh DR. Ahmad at Thayyib

Dalam kunjungannya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Imam Besar Institusi al-Azhar, Kairo Mesir Ahmad at-Thayyib, memberikan risalah persatuan yang sangat fundamental di internal umat Islam. Perbedaan pendapat yang muncul seharusnya tidak menjadi benih pertikaian.

”Jangan menganggap pendapat orang lain salah dan mengklaim pendapat kita paling benar,” tuturnya di Kantor MUI, Jakarta, Senin (22/2).

Di hadapan pimpinan MUI dan sejumlah tokoh yang hadir, ia menegaskan pentingnya rekonsiliasi antarulama Islam. Persatuan para elite itu penting semoga tercipta kesegaran di tengah-tengah kegamangan umat.
”Saya percaya, selama ulama tidak bersatu terlebih dahulu, maka tidak ada harapan,” papar sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Hukama al-Muslimin ini. Berikut ini lima pesan penting Syekh al-Azhar yang dirangkum dari kutipan pidatonya tersebut: 

Lihat videonya: Syaikh DR. Ahmad at-Thayyib

Hentikan Konflik Sunni Syiah, Kalian Bersaudara
"Syiah bermacam-macam namun mereka yaitu saudara, mereka tetap Muslim, kita tidak bisa serta merta menghakimi mereka keluar Islam hanya alasannya yaitu satu perkara. Memang terdapat perilaku berlebihan, tidak di semua Syiah dan tidak semua ulama mereka demikian, ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka ihwal mencanci maki sahabat dan Abu Bakar RA, Aisyah RA dan Umar bin Khatab, ia mengatakan,”Mereka bukan representasi kami.”

Jika Anda telaah buku-buku Syiah klasik maka Anda tak akan menemukannya. Mungkin Anda temukan kecenderungan sebagian demikian, tetapi secara umum dikuasai Syiah menghormati sahabat Rasulullah SAW. Sebagian kecil ulama menganggap mencaci maki sahabat berarti keluar dari Islam, tetapi bagi kami al-Azhar tidak. Cacian terhadap sahabat bentuk kesesatan, maksiat, dan berdosa namun tak serta merta keluar dari Islam. Mereka Kita tidak bisa kafirkan mereka.

Bagaimana? Sunni dan Syiah yaitu sama-sama sayap Islam. Tentu kita bicarakan Syiah yang moderat, ada Imamiyah, Zaidiyyah, yang mempunyai kedekatan dengan Sunni, tetapi ada sekte menyimpang dan sesat yang mengangkat warta //tasyayyu’//yang mengakui risalah selain untuk Muhammad SAW, mereka itu, ibarat saya katakan, menyalahi apa yang konstan dalam agama dan bisa dinyatakan keluar Islam.

Tetapi, sesunguhnya, sebagian perbedaan kita dengan saudara Syiah kita, yaitu perbedaan nonprinsipil (furu’), kecuali dalam soal imam. Syiah percaya imam sebagai bab pokok agama, sedangkan kita, Sunni soal itu termasuk nonprinsipil. Isu imamah juga tak menciptakan Syiah serta merta keluar Islam.
Kitab as-Sayyid Ali al-Amin cukup manis mendudukkan hakikat imamah tersebut. Yang dimaksud imamah Ali bin Thalib yaitu dalam hal spiritualitas dan ketakwaan bukan bermakna kekuasaan fisik. Kekuasaan ibarat itu Ali bin Abi Thalib juga tak mengingingkannya. Pemikiran ini berupaya mendekatkan antara Sunni dan Syiah." 

Apresiasi Kerja MUI Menyatukan Ormas
"Saya tahu, kalau Indonesia, negara Muslim terbesar, yaitu pionir mewujudkan mimpi yang sulit dan berat kita capai, yaitu persatuan ulama dengan aneka macam mazhab dan fatwa mereka dalam organisasi dan wadah satu, saling bertemu dan bermusyawarah setuju pada satu pendapat yang disampaikan ke masyarakat. Ini yaitu tantangan utama kita, yaitu perbedaan antara ulama.

Perbedaan itu, kerap mereka bawa turun ke jalan dan berlakukan ke publik awam, maka muncullah perselisihan. Saya mengetahui, organisasi ini, menghimpun organisasi-organisasi dengan latarbelakagn mazhab, bahkan dogma yang berbeda.

Tetapi alhamdulillah, akibatnya kalian bersepakat pada satu atau dua pendapat, dan pendapat yang satu memperlihatkan ruang bagi pendapat lain dan tidak saling mencederai. Inilah yang kita coba berdiri pula, tentu, di luar Indonesia. Dan Alhamdulillah, ini sudah terlaksana di Indonesia melalui MUI. Saya apresiasi MUI dan kemampuan memgelola perbedaan dalam koridor yang diperolehkan syar’i. Ini yang menjadi harapan saya untuk menciptakan lembaga yang menyatukan sufi, wahabi, Hanbali, dan Syafi’i dan aliran-aliran lain dalam satu wadah. Dan ini belum tercapai hingga sekarang di kami."

Persatuan Umat Dimulai dari Ulama
"Saya percaya, selama ulama tidak bersatu terlebih dahulu, maka tidak ada harapan. Anda sebagai ulama hendak menebarkan perdamaian, sementara Anda sendiri tak berdamai dengan sesama ulama, maka ibarat kata pepatah “Faqidus sya’i la yu’thihi” (Orang kehilangan tak bisa memberi). Masalahnya, perbedaan ini menjelma perselisihan yang rigid akhir fanatisme mazhab atau pemikiran tertentu dan mengklaim mazhab lain tidak benar.

Namun sayangnya, di balik gencarnya mazhab tersebut ada tunjangan materiil dan spirituil, yang lantas disebarluaskan di jalan alih-alih menghargai perbedaan justru malah memecah belah umat. Muncullah fenomena pembida’ahan dan pengkafiran yang sangat rentan dengan menghalalkan darah. Solusinya yaitu kembali ke khazanah klasik bagaimana menyikapi perbedaan.

Umar bin Abd al-Aziz pernah mengatakan, bahwa ia sangat bahagia jikalau para sahabat tidak berselisih pendapat, tetapi fakta berkata lain. Dengan perbedaan itu justru, banyak opsi-opsi fasilitas dibandingkan dengan satu opsi pendapat saja. Silakan saja Anda menentukan satu mazhab tetapi jangan anggap pendapat Anda saja yang benar sementara orang lain salah." 

Ingatlah, Musuh Menginginkan Kita Tercerai Berai
"Dan ingat, perselisihan antara keduanya, Sunni Syiah inilah yang dihembuskan oleh musuh Islam untuk memporak-porandakan umat, ibarat ketika ini yang terjadi di Suriah tak ada justifikasi meletusnya konflik tersebut, kecuali membenturkan Sunni Syiah, lihat pula Irak yang kacau balau atas dasar apa?
Konflik Sunni Syiah. Perhatikan pula Yaman. Kita sadar betul wacana peta konflik ini, alasannya yaitu itu semenjak awal kita kampanyekan Sunni dan Syiah bersaudara dan memang kita pada dasarnya bersaudara. Konflik tersebut akan terus dihembuskan, alasannya yaitu memang mereka musuh Islam tak meninginkan kita bersatu." 

Berhati-hatilah Jangan Praktis Mengafirkan Sesama Muslim
"Soal taqrib memang yang menginisiasi al-Azhar oleh Syekh Syaltut dan sejumlah cendekiawan lainnya. Al-Azhar menegaskan, sebagaimana Mazhab Asy’ari, kita tidak akan mengkafirkan siapapun dari golongan orang beriman.

Perbuatan maksiat yang diperbuat yaitu soal lain. Berhati-hatilah untuk tidak mengkafirkan. Otoritas ini hanya milik ulama, jangan biarkan orang awam bebas menebarkannya. Jika contohnya ada 99 persen kemungkinan kufur dan 1 persen kemungkinan tetap Muslim, tetap berhati-hatilah. Inilah jalan al-Azhar.
Makanya, tiap Ramadhan kita punya satu kegiatan yang melibatkan Sunni dan Syiah dari aneka macam kawasan, termasuk Suriah dan Irak, silakan sampaikan pernyataan untuk tidak saling membunuh satu sama lain, alasannya yaitu Sunni dan Syiah sesama Muslim.

Jangan kafirkan orang kecuali yang mengingkari Quran dan mengingkari kasus yang fundamental dalam agama. Muslim yang menyampaikan zina atau khamar halal, bisa keluar agama, tetapi Muslim yang percaya zina dan khamar haram tetapi melakukannya, beliau tetap Muslim." 

Reportase Republika.co.id