Fakhitah Binti Abi Thalib; Perempuan Yang Menolak Lamaran Rasulullah

Fakhitah binti Abi Thalib yaitu referensi bagaimana imbas orangtua akan besar lengan berkuasa terhadap pembentukan jiwa seorang anak. Tidaklah mengherankan jika Fakhitah atau yang lalu dikenal dengan Ummu Hani’ tumbuh sebagai pribadi yang baik sebab sang ayah, Abi Thalib, yaitu seorang lelaki berkepribadian mulia. Meski tidak pernah memeluk Islam hingga final hayatnya, Abi Thalib tetap mencintai dan melindungi Rasulullah saw dikarenakan hatinya yang penyayang. Sifat yang baik ini juga tampak pada diri Ali bin Abi Thalib, saudara pria Fakhitah.
Pada masa jahiliyah Rasulullah saw pernah mengajukan seruan kepada Abi Thalib untuk meminang Fakhitah. Meskipun ketika itu Rasulullah belumlah menjadi rasul namun moral dia sudahlah jernih. Sehingga pastilah ia hanya akan meminang perempuan yang mempunyai moral yang baik. Hal ini mengambarkan bahwa di masa jahiliyah pun Fakhitah yaitu seorang perempuan yang baik.
Namun sayangnya harapan tersebut tidak sanggup dikabulkan oleh Abi Thalib. Ia sudah berjanji pada Hubairah bin Abu Wahab untuk menikahkannya dengan Fakhitah.
Seperti halnya Ali bin Abi Thalib yang gampang mendapatkan cahaya Islam, fitrah Fakhitah pun tergerak ketika cahaya itu tiba kepadanya. Dengan mantap ia tinggalkan kepercayaan musyrik yang sekian usang dianutnya. Saat itu dari hasil pernikahannya dengan Hubairah, Fakhitah sudah mempunyai 4 orang putra yang masih kecil-kecil. Namun kebahagiaan menikmati indahnya Islam ternyata hanya dirasakan sendiri oleh Fakhitah. Hubairah tidak bersedia meninggalkan kepercayaan jahiliyahnya sehingga putuslah hubungan mereka sebagai suami istri. Beruntung keempat anaknya tetap bersama Fakhitah.
Setelah Ummu Hani’ berpisah dari suaminya sebab keimanan, Rasulullah Saw. tiba untuk meminang Ummu Hani’. Namun dengan halus Ummu Hani’ menolak, “Sesungguhnya saya ini seorang ibu dari belum dewasa yang membutuhkan perhatian yang menyita banyak waktu. Sementara saya mengetahui betapa besar hak suami. Aku khawatir tidak akan bisa untuk menunaikan hak-hak suami.” Maka Rasulullah Saw. mengurungkan niatnya. Beliau mengatakan, “Sebaik-baik perempuan penunggang unta yaitu perempuan Quraisy, sangat penyayang terhadap anak-anaknya.”
Sejarah juga mencatat satu insiden penting berkaitan dengan pinjaman suaka yang dilakukan Fakhitah. Suatu ketika dua orang saudara iparnya dari Bani Makhzum tiba meminta proteksi kepada Fakhitah. Keduanya terancam eksekusi mati. Ali bin Abi Thalib yang mengetahui hal itu pribadi menuju rumah Fakhitah. “Demi Allah, akan saya bunuh kedua orang tersebut,” kata Ali. Namun Fakhitah tidak membiarkan Ali masuk ke dalam rumahnya. Lalu Fakhitah menemui Rasulullah mengadukan hal tersebut.
Rasulullah membenarkan tindakan Fakhitah dengan berkata, “Kami turut melindungi orang yang engkau lindungi dan mengamankan orang yang engkau amankan.”
Ummu Hani` radhiallahu ‘anha meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah Saw yang hingga ketika ini termaktub dalam Al-Kutubus Sittah. Dia pun mengembangkan ilmu yang telah dia dulang hingga ketika final kehidupannya, jauh sesudah masa khilafah saudaranya, ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, pada tahun ke-50 H. Ummu Hani` Al-Hasyimiyyah, semoga Tuhan Subhanahu wa Ta’ala meridhainya. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.