Korelasi Nalar Dan Panjangnya Jenggot (Meneliti Pernyataan Ketua Pbnu, Kh. Said Aqil Sirajd)

Jenggot / Ilustrasi

Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU eksklusif mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim kalau kita ragu dengan Qaul Ulama, kita dilarang eksklusif mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal membisu alasannya yaitu bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih kurang cendekia akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari hebat Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Yang Mahakuasa Yang Maha Mengetahui semoga engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang menjadikan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu yaitu instruksi yang tidak gampang difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Alquran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Makara membisu atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning wacana Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot

Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melakukan haji atau umrah, ia memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bab yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)

Walaupun hadits ini memakai kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut memperlihatkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah menyampaikan bahwa perintah itu memperlihatkan sunnah. Perintah itu tidak memperlihatkan sesuatu yang niscaya atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar eksklusif sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.

Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot yaitu makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu sanggup menambah ketampanan dan menciptakan wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)

Dari alasan ini sangat terang bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau tabiat istiadat. Dan semua tahu bahwa kalau suatu perintah mempunyai keterkaitan dengan adat, maka itu tidak sanggup diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu yaitu sunnah atau bahkan mubah.

Jika dibaca secara utuh, terlihat terang bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan alasannya yaitu jenggotnya. Guru kami menyampaikan bahwa mencukur jenggot itu ibarat orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama mirip mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)

Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah beropini bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis yaitu sunnah, tidak wajib. Oleh alasannya yaitu Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU eksklusif mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim kalau kita ragu dengan Qaul Ulama, kita dilarang eksklusif mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal membisu alasannya yaitu bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih kurang cendekia akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari hebat Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Yang Mahakuasa Yang Maha Mengetahui semoga engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang menjadikan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu yaitu instruksi yang tidak gampang difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Alquran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Makara membisu atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning wacana Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot

Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)

Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melakukan haji atau umrah, ia memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bab yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)

Walaupun hadits ini memakai kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut memperlihatkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah menyampaikan bahwa perintah itu memperlihatkan sunnah. Perintah itu tidak memperlihatkan sesuatu yang niscaya atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar eksklusif sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.

Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot yaitu makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu sanggup menambah ketampanan dan menciptakan wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)

Dari alasan ini sangat terang bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau tabiat istiadat. Dan semua tahu bahwa kalau suatu perintah mempunyai keterkaitan dengan adat, maka itu tidak sanggup diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu yaitu sunnah atau bahkan mubah.

Jika dibaca secara utuh, terlihat terang bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan alasannya yaitu jenggotnya. Guru kami menyampaikan bahwa mencukur jenggot itu ibarat orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama mirip mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)

Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah beropini bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis yaitu sunnah, tidak wajib. Oleh alasannya yaitu  itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta kewibawaannya ketika ada jenggot di wajahnya. Misalnya apabila seseorang mempunyai bentuk wajah yang tidak sesuai kalau ditumbuhi jenggot, atau jenggot yang tumbuh hanya sedikit.

Adapun pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban yaitu tidak mempunyai dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij menyatakan bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram mencukurnya yaitu pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi (mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal 375-376)

Batas Sunnah Memelihara Jenggot

Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)

al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)

“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan redaksi: Ibnu Umar kalau mencukur rambutnya dikala haji atau umrah, ia juga memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memotong, dan mengkremasi jenggot yaitu makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya yaitu perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan yaitu makruh, mirip makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam duduk perkara ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memperlihatkan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.

Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain beropini bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara yaitu segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali dikala haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).

Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam memilih panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak tetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.

Jenggot dan Kecerdasan

Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:


قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
 ...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.


Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka terang bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka sanggup dipastikan ia orang yang bodoh.

Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya nalar itu pada otak, jalan jiwa itu melalui hidung dan daerah kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: saya berkata kepada ibn idris: Apakah kau tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, saya melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.

Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)


قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ

وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا

بمقدار ما زاد في لحيتـه

Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika perjaka mempunyai jenggot lebar dan panjang hingga pusarnya, maka kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin panjang semakin kurang).

Kesimpulan

Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah lintas madzhab sangat berbagai khilafnya, sedangkan untuk panjang jenggot itu hingga berapa? sebagian menyampaikan seukuran genggaman tangannya, bahkan kalau melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak kebodohannya.

Yang terpenting dari klarifikasi ini yaitu sebagai Muslim sudah seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui dalilnya, alasannya yaitu bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim pengetahuan agama. Wallahu a'lam.

Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015

=========== Tambahan ========= Tambahan ========= Tambahan =========

Soal jenggot yg d debatkan td, Said Aqil Sirojd (SAS) mengutip pendapat ini:

Pendapat ulama wacana jenggot panjang

Memanjangkan jenggot gejala pandir yaitu ucapan Imam Ibnul Jauzi, Ibnu Nujaim dll.

Dalam kitab Ikhbar al Hamqaa wal Mughaffalin disebutkan:

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ : ﻣﻦ ﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﻬﻮ ﻛﻮﺳﺞٌ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ : ﻣﻦ ﻗﺼﺮﺕ ﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﺻﻐﺮﺕ ﻫﺎﻣﺘﻪ ﻭﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﺤﻘﻴﻘﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻌﺰﻭﻩ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻔﺮﺍﺳﺔ : ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻃﻮﻳﻞ ﺍﻟﻘﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﺎﺣﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺤﻤﻖ ﻭﺇﺫﺍ ﺍﻧﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﻪ ﺻﻐﻴﺮﺍً ﻓﻼ ﺗﺸﻚ ﻓﻴﻪ

Ibnu Nujaim dalam Bahr Raiq:

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻧﺠﻴﻢ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ ) ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻷﺣﻤﻖ : ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺑﻄﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ . ﺍﻧﺘﻬﻰ.

Pendapat Syaikh Ali Haidar:

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻲ ﺣﻴﺪﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺩﺭﺭ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ ) : ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻤﻖ ﻫﻲ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﻧﺐ ﻛﺜﻴﺮﺍً، ﻭﺍﻟﻌﺠﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﺪﻭﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻋﻮﺍﻗﺒﻬﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ..

Makara yang dikritik kiai SAS bukan sunah berjenggot, tapi bg yang jenggotnya tidak diramut, sok alim tp cara berfikirnya tdk selebat jenggotnya

Kalo yg berjenggot tokoh2 yg berjenggot mirip Hb Umar BSA, Hb Ali Al Jufriy, Mbah Hasyim As'ariy, Mbah Yai Maimun Zubair, maka jenggot tsb akan menambah kebaikan beliau-beliau tsb....

Kalo yg berjenggot itu Wahabi maka akan semakin menambah kesombongan mereka...

Ada beberapa orang yg mengikuti sunnah dalam penampilan saja, namun dalam perilaku mereka malah tidak nyunnah sama sekali....

Panjangnya jenggot akan semakin memperlihatkan kebodohan orang2 yg mirip ini....

Imam Ghozali dalam Ihya'nya menuliskan syiir :

ﻻ ﻳﻐﺮﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮء ﻗﻤﻴﺺ ﺭﻗﻌﻪ ... ﺃﻭ ﺇﺯﺍﺭ ﻓﻮﻕ ﻋﻈﻢ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻣﻨﻪ ﺭﻓﻌﻪ
ﺃﻭ ﺟﺒﻴﻦ ﻻﺡ ﻓﻴﻪ ﺃﺛﺮ ﻗﺪ ﺧﻠﻌﻪ ... ﺃﺭﻩ ﺍﻟﺪﺭﻫﻢ ﺗﻌﺮﻑ ﺣﺒﻪ ﺃﻭ ﻭﺭﻋﻪ

Jangan kau tertipu pada pakaian seseorang yang robek
Atau kain sarung yang ditinggikan di atas betis
Atau jidat yang mengkilap kehitam-hitaman
Perhatikan sifat wira’inya tatkala dihadapkan pada dirham

Dari sini jangan disalahfahami bahwa Imam Ghozali menghina sunnah...!!! Akan tetapi ia mengkritisi orang yg hanya sibuk pada chasing sedang hardware dan softwarenya sedang soak dan error...!!!

Wallahu a'lam.....