Ruqyah



Ruqyah : Terapi Ruqyah Syar’i

Penulis: Ummu Mu’aadz  

Saudariku yang dirahmati Allah, ketika ini, sering kali kita mendengar terapi pengobatan ruqyah  namun pengertian yang terlintas dibenak kita ialah terapi untuk mengusir gangguan jin. Hal ini ialah pendapat keliru dan  salah kaprah dikalangan masyarakat ketika ini. Padahal, ruqyah yang sesuai syar’i ialah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disyari’atkan untuk dilakukan bagi setiap muslim pertama kali ketika dirinya merasa sakit, baik sakit fisik maupun alasannya gangguan jin.



Apa itu Ruqyah ?
Ruqyah (dengan aksara ra’ di dhammah) ialah yaitu bacaan untuk pengobatan syar’i (berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama) untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa ruqyah merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang tepat bagi penyakit hati dan fisik dan bagi penyakit dunia dan akhirat. Bagaimana mungkin penyakit itu bisa melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jikalau firman-firman itu turun ke gunung makai ia akan memporakporandakan gunung gunung. Oleh alasannya itu tidak ada satu penyakit hati maupun penyakit fisik melainkan ada penyembuhnya.
Allah berfirman, “Katakanlah, ‘AlQur’an itu ialah petunjuk dan penawar bagi orang orang yang beriman.’” (Qs. Fushilat: 44)
Dan di surah Al Isra’ 82, “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang orang yang beriman.”
Dan di surat Yunus ayat 57, “Hai sekalian manusia, gotong royong telah tiba kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit penyakit  (yang berada) didalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yunus: 57)
Pada masa jahiliyah, telah dikenal pengobatan ruqyah. Namun ruqyah kala itu banyak mengandung kesyirikan. Misalnya menyandarkan diri kepada sesuatu selain Allah, percaya kepada jin, meyakini kesembuhan dari benda benda tertentu, dan lainnya. Setelah Islam datang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ruqyah kecuali yang tidak mengandung kesyirikan,
‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu ihwal hal itu?’
Beliau menjawab, ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik’.” (HR. Muslim no. 2200)
Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Hadits menawarkan bahwa aturan asal seluruh ruqyah ialah dilarang, sebagaimana yang tampak dari ucapannya: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah.’ Larangan terhadap segala ruqyah itu berlaku secara mutlak. Karena di masa jahiliyyah mereka meruqyah dengan ruqyah-ruqyah yang syirik dan tidak bisa dipahami maknanya. Mereka meyakini bahwa ruqyah-ruqyah itu besar lengan berkuasa dengan sendirinya. Ketika mereka masuk Islam dan hilang dari diri mereka yang demikian itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dari ruqyah secara umum biar lebih mantap larangannya dan lebih menutup jalan (menuju syirik). Selanjutnya ketika mereka bertanya dan mengabarkan kepada ia bahwa mereka mendapat manfaat dengan ruqyah-ruqyah itu, ia memberi dispensasi sebagiannya bagi mereka. Beliau bersabda, ‘Perlihatkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak mengapa menggunakan ruqyah-ruqyah selama tidak mengandung syirik’.

Mencegah Lebih Baik dari Mengobati
Saudariku, gotong royong syari’at Islam telah tepat sehingga tidak ada hal melainkan sudah ada keterangannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu, Tuhan telah mengabarkan apa apa yang baik bagi seorang hamba dan apa apa yang mesti ditinggalkan dengan segala pesan yang tersirat yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui.
Diantara apa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu berdzikir mengingat Tuhan dalam setiap keadaan, dzikir pagi dan petang hari, ketika hendak tidur,  ketika masuk dan keluar rumah, ketika menggunakan baju, dan lainnya hingga tidur lagi. Jika kita selalu menjaga dzikir dzikir ini pada waktunya, pasti ia akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat, mencegah segala keburukan, mendatangkan banyak sekali manfaat dan menolak datangnya bahaya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika Tuhan akan memberi kunci kepada seorang hamba, berarti Alah akan membukakan (pintu kebaikan) kepadanya dan jikalau seseorang disesatkan Allah, berarti ia akan tetap  berada di muka pintu tersebut.” Bila seseorang tidak dibukakan hatinya untuk berdoa dan berdzikir, maka hatinya selalu bimbang, perasaannya galau gulana, pikiran kalut, gelisah hasrat dan keinginannya menjadi lemah. Namun bila seorang hamba selalu berdoa dan berdzikir memohon dukungan kepada Tuhan dari banyak sekali keburukan, pasti hatinya menjadi damai alasannya ingat kepada Allah. Tuhan Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Tuhan hati menjadi tenang.” (Qs. Ar Ra’d: 28)
Doa dan dzikir yang dilaksanakan seharusnya ialah doa dan dzikir yang ada tuntunannya dari Rasulullah. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dzikir yang paling baik dan paling bermanfaat ialah doa dan dzikir yang diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dilaksanakan dengan konsisten dari doa dan dzikir yang dicontohkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta orang yang melakukannya memahami makna dan maksud yang terkandung didalamnya.”
Seorang muslim seharusnya menjaga diri semaksimal mungkin dengan hal hal yang telah disyari’atkan Tuhan Ta’ala yaitu menjaga AllahTa’ala dengan benar benar mengikhlaskan diri dalam mentauhidkan-Nya, senantiasa bertaqwa, senantiasa berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjauhi bid’ah dan menyelisihi pada pengikut hawa nafsu.
Pada artikel selanjutnya insya Tuhan akan dijelaskan ihwal tahap-tahap meruqyah, insya Allah.
Sumber:
Doa dan Wirid, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz
Doa doa Ruqyah ,Dr.Khalid bin Abdurrahman al-Jarisi

 

Tata Cara Ruqyah Yang Benar

Ruqyah bukan pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan keberadaannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Tuhan dan RasulNya”. [1]
Karena demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin semestinya mengetahui tata cara yang benar, biar ketika melaksanakan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah syar’i.

Tata cara meruqyah ialah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan tiba hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang sanggup dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Tuhan ketika membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, intinya sanggup dipakai untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Supaya penderita berguru dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, berdasarkan Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya ihwal tiupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka saya membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali saya menyelesaikannya, saya kumpulkan air liurku dan saya ludahkan. Dia seakan-akan lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup ialah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


كُلُوْا الزَيْتَ وَ ادَّهِنُوا بِهِ فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة

"Makanlah minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari flora yang penuh berkah".[2]
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180].

Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat ajuan untuk mengusap orang yang sakit dengan ajun dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih ihwal itu yang telah saya himpun dalam kitab Al Adzkar”. Dan berdasarkan Syaikh Al ‘Utsaimin berkata, tindakan yang dilakukan sebagian orang ketika meruqyah dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, (maka) tidak ada dasarnya sama sekali.

10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di daerah yang dikeluhkan seraya menyampaikan
بِسْمِ الله (Bismillah, 3 kali).


أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ


"Aku berlindung kepada Tuhan dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang saya jumpai dan saya takuti".[3]
Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi hingga tujuh kali.
Atau membaca :


بِسْمِ الله أعُوذُ بِعزَّةِ الله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا

"Aku berlindung kepada keperkasaan Tuhan dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang saya jumpai dari rasa sakitku ini".[4]
Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.[5]

11. Bila penyakit terdapat di salah satu kepingan tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan pada daerah tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku tiba bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah hingga di Madinah semalam atau dua malam, saya hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk mencarinya. Kemudian baskom tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu. Maka saya membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:


أَذْهِبْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا


"Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit"[6].
Dia (Ummu Jamil) berkata: “Tidaklah saya bangkit bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh”.

12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, menyerupai gila, dada sempit atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu 'alaihi wa salla,m . Maka saya mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan surat Al Fatihah”.[7]

Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung ialah efek mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan problem ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya ihwal tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya ihwal yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi instruksi buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, kepingan Istihbab Ar Ruqyah Minal ‘Ain Wan Namlah).
Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat. (Red).

Maraji` :
1. Risalatun Fi Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr. Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun 1426H.
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah ialah luka-luka yang menjalar di sisi tubuh dan anggota tubuh lainnya




Sumber http://abu-riyadl.blogspot.com