Perdagangan Insan ( Human Trafficking ) Dan Makelar Tenaga Kerja

PERDAGANGAN MANUSIA ( HUMAN TRAFFICKING )
 dan makelar tenaga kerja

Oleh : Abu Riyadl Bin Mursidi


Manusia yaitu makhluk Tuhan Subhanahuwata'ala yang dimuliakan, sehingga Anak adam ini dibekali dengan sifat-sifat yang mendukung untuk itu, yaitu menyerupai nalar untuk berfikir, kemampuan berbicara, bentuk rupa yang baik serta hak kepemilikan yang Tuhan sediakan di dunia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Tatkala Islam memandang insan sebagai pemilik, maka aturan asalnya ia tidak sanggup dijadikan sebagai barang yang sanggup dimiliki atau diperjual belikan, hal ini berlaku kalau insan tersebut bersetatus merdeka.


Sejarah Human Trafficking
Wallahu A'lam semenjak kapan awal mulanya perdagangan manusia, tapi bekerjsama hal itu terjadi semenjak adanya perbudakan, dan perbudakan telah terjadi pada umat terdahulu jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus. Diantara salah satu lantaran suburnya perbudakan waktu itu yaitu seringnya terjadi peperangan antar qabilah dan bangsa, disamping disana terdapat factor lain menyerupai perampokan, perampasan, penculikan, kemiskinan, ketidak mampuan dalam membayar hutang dan lain sebagainya yang mana didukung pula dengan adanya pasar budak pada masa itu.
Pada zaman Nabi Ibrahim sudah terjadi perbudakan, hal ini ditunjukkan dari dongeng sarah yang memperlihatkan jariyahnya ( budak wanita) yaitu hajar kepada Nabi Ibrohim A'laihi Salam untuk dinikahi , demikian pula pada zaman Nabi Ya'qub A'laihi Salam yang mana orang merdeka bisa menjadi budak dalam kasus pencurian, yaitu si pencuri diserahkan kepada orang yang ia ambil hartanya untuk dijadikan budak . Kemudian Islam tiba mengatur perbudakan ini walaupun tidak mutlak melarangnya, akan tetapi hal yang demikian sanggup mengurangi perlahan-lahan, untuk itu Islam menganjurkan untuk membebaskan budak-budak yang beragama Islam , bahkan salah satu bentuk pembayaran kafarah yaitu dengan membebaskan budak muslim.
Dewasa ini kita dapati maraknya eksploitasi insan untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada perempuan untuk perzianaan atau dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi yang gres dialahirkan untuk tujuan adopsi yang tentunya ini semua tidak sesuai dengan syari'ah dan norma-norma yang berlaku ('urf), kemudian bila kita tinjau ulang ternyata manusia-manusia tersebut bersetatus Hur (merdeka).

Pandangan Fiqh Islam Tentang perdagangan insan merdeka
Hukum dasar muamalah perdagangan yaitu mubah kecuali yang diharamkan dengan nash atau disebabkan Ghoror ( penipuan) . Dalam kasus perdagangan insan ada dua jenis yaitu insan merdeka ( hur ) dan insan budak ('abd /amah). Dalam pembahasan ini akan kami sajikan dalil-dalil ihwal aturan perdagangan pada insan merdeka saja. Yang mana hal ini akan kami ambilkan dari Al qur'an dan sunah serta beberapa pandangan jago fiqh dari banyak sekali madzhab ihwal problem ini

Dalil Al Qur'an

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bawah umur Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang tepat atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Sudut pandang pengambilan aturan dari ayat ini adalah; bahwa kemuliaan insan yang Tuhan ta'ala berikan kepada mereka yaitu dengan dikhususkannya beberapa nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain sebagai penghormatan untuk manusia, kemudian dengannya mendapat Taklif syari'ah menyerupai yang telah dijelaskan oleh mufassirin dalam penafsiran nayat tersebut diatas , maka hal tersebut mengharuskan bahwa insan tidak direndahkan dengan cara disamakan dengan barang dagangan, semisal binatang atau yang lainnya yang sanggup dijual belikan. Kata Imam Al Qurtuby dalam tafsir ayat ini "….dan juga insan dimuliakan disebabkan mereka mencari harta untuk dimiliki secara langsung tidak menyerupai hewan,..." .

Dalil dari As Sunnah Al Muthohharoh.
Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan bahwa Tuhan SWT mengancam keras Pebisnis insan merdeka ini denga bahaya permusuhan dihari Qiamat , diriwayat oleh Imam Bukhari dan ImamAhmad dari hadits Abu Hurairah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ: ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu dari Nabi Salallahu alaihi wa salam bersabda: Tuhan Ta'ala berfirman: " Tiga golongan yang Aku yaitu sengketa mereka dihari Qiamat; seorang yang bersumpah atas nama-Ku kemudian ia tidak menepatinya, dan seseorang yang menjual insan merdeka dan memakan harganya, dan seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja kemudian ia selesaikan pekerjaan itu akan teteapi tidak membayar upahnya

Dalam problem ini Ulama' bersepakat atas haramnya menjual orang yang merdeka (Baiul Hur), dan setiap kesepakatan yang mengarah kesitu maka dianggap kesepakatan yang tidak sah, serta pelakunya berdosa.

Diantara pendapat mereka yaitu;
1. Hanafiyah ;
Berkata Ibnu Abidin" Anak adam dimuliakan berdasarkan syari'ah, walaupun ia kafir sekalipun( kalau bukan tawanan perang), maka kesepakatan atasnya dan penjualannya serta penyamaannya dengan benda yaitu perendahan martabat manusia, dan ini tidak diperbolehkan…"
bnu Najim berkata dalam Al Asybah wa Nadzoir pada qaidah yang ketujuh: " Orang merdeka tidak sanggup masuk dalam kekuasaan seseorang, maka ia tidak menanggung disebabkan ghosobnya walaupun orang merdeka tadi masih anak-anak"
2. Malikiyah:
Berkata Al Hatthob Ar Ru'ainy; " Apa saja yang tidak sah untuk dimiliki maka tidak sah pula untuk dijual berdasarkan ijma' ulama' , menyerupai orang merdeka , khamr, kera, bangkai dan semisalnya "

3. Syafi'iyyah:
Abu Ishaq Syairazy dan Imam Nawawi menashkan; bahwa menjual orang merdeka haram dan bathil berdasarkan hadist tersebut diatas .
Ibnu Hajar menyatakan bawa perdagangan insan merdeka yaitu haram berdasarkan ijama' ulama'

4. Hanabilah
Ulama' hanabilah menegaskan batalnya baiul hur ini dengan dalil hadits tersebut diatas dan menyampaikan bahwa jual beli ini tidak pernah dibolehkan dalam Islam, diantaranya yaitu Ibnu Qudamah , Ibnu Muflih Al Hanbaly , Mansur Bin Yunus Albahuthy . Dll

5. Dzohiriyyah
Dalam madzahab ini menyebutkan bahwa "setiap jenis yang haram dimakan dagingnya maka haram untuk dijual"

Makelar tenaga kerja
Telah terperinci bagi kita dari keterangan tersebut diatas bahwa ulama bersepakat atas haramannya penjualan insan bila ia besetatus merdeka, bahkan memperkerjakan orang merdeka kemudian tidak menepati upah yang telah disepakati, maka perbuatan semacam ini disamakan dengan memakan hasil penjualan insan merdeka, yaitu berupa bahaya yang terdapat dalam hadits tersebut diatas

ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ...........
" Tiga golongan yang Aku yaitu sengketa mereka dihari Qiamat…".

Begitu pula mereka yang menjadi makelar untuk memperkerjakan Tenaga kerja yang mana upah pekerja tersebut diambil oleh para makelar-makelar itu, dan ahirnya si pekerja tidak mendapat upah, atau lantaran adanya makelar tersebut menyebabkan upah pekerja menjadi berkurang dari upah yang telah disepakati dengan majikan atau UMR. Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah dalam kitab syarhul Mumti' dalam memperlihatkan teladan problem Ijaroh Fasidah (aqad persewaan yang rusak) yaitu bahwa menyewakan tenaga kerja merdeka tidak diperbolehkan dengan alasan si pekerja tadi bukanlah milik (budak) si penyedia sewa (makelar), padahal syarat Ijaroh (persewaan) yaitu si pennyedia persewaan harus mempunyai barang yang mau disewakan, dan disini orang yang merdeka ini tidak dimilikinya (bukan budaknya) kemudian apabila terjadi aqad persewaan ini atas sepengetahuan musta'jir ( penyewa/majikan) bahwa pekerja tersebut bukan budak, maka sang majikan wajib mengganti upah Mitsil (standar) kepada pekerja tersebut, akan tetapi apabila ia tidak mengetahui penipuan ini maka ia cukup membayar kesepakatan dimuka ihwal upah sewa kepada pekerja tadi, dan apabila upah tersebut kurang dari upah mitsil maka penggungnya yaitu pihak penyedia tenaga ,

Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada hak bagi makelar untuk mrngambil jatah upah tenaga kerja, dikarenakan mereka yaitu insan merdeka yang mempunyai hak kepemilikan bukan untuk dimiliki orang lain begitu pula hasil kerjanya. Bila ia ingin mendapat upah maka hendaknya diluar upah mereka. maka hal yang demikian termasuk memakan harta dengan Batil, wallahu a'lam bissowab

Sumber http://abu-riyadl.blogspot.com