Hukum Diyat (Denda) Pada Jinayah (Kriminal) Anggota Badan



Abu Riyadl Nurcholis Majid Bin Mursidi
Dalam kasus kriminal , terkadang korban tidak mengalami maut akan tetapi ia menderita cacat atau terkena luka yang sanggup disembuhkan, dalam Islam perbuatan ini menerima sanksi pidana berupa qishosh sebagai keadilan yang Tuhan tegakkan dimuka bumi. Ini merupakan syariat umat sebelum umat ini, dan juga menjadi syariat fatwa Islam.
firman Tuhan taa'ala :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ...
" Dan Kami telah menetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bersama-sama jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, indera pendengaran dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishoshnya…[1]


Pada ayat diatas diketahui bahwa aturan asal jinayah ialah qishosh, akan tetapi terkadang aturan asal ini (qishosh) terhalang dengan beberapa mawaani' (penghalang) sehingga al jaani (pelaku jinayah) akan diberi sanksi lain berupa ganti rugi dari kerusakan yang ditimbulkan, yaitu diyat.
PENGHALANG/ PEMBATAL QISHOSH ANGOTA TUBUH
Adapun penghalang-penghalang qishosh yang digariskan syari'ah untuk diganti dengan diyat ialah sebagai berikut :
1. Al Ubuwwah : yakni pelaku jinayah ialah bapak dari korban tersebut. Dasarnya ialah hadits rasulullah SAW :
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يُقَادُ الْوَالِدُ بِالْوَلَدِ .
Dari Umar Bin khoththob RA berkata : "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: " Bapak dihentikan diqishosh pada jinayahnya terhadap anak" [2]
2. Yang bersangkutan menunjukkan maaf, dan rela dengan diyat.Firman Tuhan SWT:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka barangsiapa yang menerima suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu ialah suatu dispensasi dari Tuhan kau dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas setelah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih ". [3]
3. Tidak sekufu' : yaitu tidak sepadan antara al jani( pelaku) dan almajny 'alaihi (korban). Yang dimaksud sekufu' disini berdasarkan jumhur ulama' ialah dalam dua hal yang pertama : huriyyah (status kemerdekaan atau budak), dan yang kedua ialah status agama[4].
4. Ketidak sengajaan,( alkhoto' ) atau bahkan berdasarkan syafiiyah dan hanabilah pada kasus syibhul 'amdi (mirip disengaja) termasuk dari penghalang qishosh[5].
5. Tidak adanya mumatsalah ( semisal / sebanding ) antara pelaku dan korban. Dalam mumatsalah ini ada pada tiga hal[6], yaitu:
a. Mumatsalah pada belahan dari anggota tubuh, kadar maupun fungsinya, maka tidak diqishosh tangan selain dengan tangan, belahan kiri dengan yang kanan, ibu jari dengan telunjuk, sebab tidak ada suatu kesamaan
b. Mumatsalah dalam kesempurnaan dan kesehatan, maka tidak diqishosh antara mata buta dengan mata yang normal
c. Mumatsalah dalam fi'il qishosh yaitu memungkinkan tidak terjadi kedzoliman atau pengurangan dalam proses sanksi qishosh, maka tidak diqishosh pada kerusakan yang terjadi didalam tubuh sebab mumatsalah dalam duduk kasus ini sangat sulit diterapkan. Begitu juga jinayah yang memutus pertengahan hasta atau lengan maka qisos hanya berlaku hingga persendian yang dibawah pertengahan hasta atau lengan tadi, dan selebihnya diukur dengan kadar diyat, hal ini tidak lain dalam rangka menunjukkan aturan dengan seadil-adilnya.
Maka apabila terdapat salah satu dari mawani' (penghalang) qishosh tersebut diatas, seketika itu sanksi berkembang menjadi diyat.

DIYAT ANGGOTA BADAN
Pada jinayah ma duna nafs ini (non kematian) mempunyai empat kategori diyat apabila qishosh terhalang[7] , yaitu:
  • Diyat pada jinayah yang berakibat hilangnya salah satu anggota badan
  • Diyat pada jinayah yang menimbulkan hilangnya suatu manfaat dari anggota badan.
  • Diyat pada jinayah yang berupa luka di kepala, wajah atau badan
  • Diyat pada jinayah yang menimbulkan patah tulang.
Perincian diyat pada jinayah-jnayah tersebut ialah:
A. Diyat pada jinayah yang berakibat hilangnya salah satu anggota badan
Dalam tubuh insan terdapat 45 anggota badan[8], dari anggota tersebut ada yang berjumlah satu ada juga yang berjumlah sepasang atau berjumlah lebih dari itu.maka setiap jenis dari anggota tersebut mempunyai diyat yang berbeda-beda. Adapun pembagiannya yaitu[9];
1. Bagian tubuh yang berjumlah tunggal seperti; lidah, hidung, dzakar atau kulup, Shulb/ tulang belakang (syaraf reproduksi), kanal kemih, rambut kepala, jenggot bila tidak tumbuh lagi maka padanya diyat utuh (100 ekor onta) yaitu mirip diyat Nafs (jiwa).
Khusus untuk kasus hidung, maka padanya diyat sempurna, dan hidung terdiri dari tiga belahan dua rongga dan satu pembatasa rongga hidung, dan apabila kerusakan ada pada salah satu belahan tersebutmaka padanya sepertiga diyat.
2. Anggota tubuh yang berpasangan (berjumlah dua) mirip : mata, telinga, tangan, bibir, tulang graham, kaki, puting susu, bokong, biji dzakar, maka pada keduanya diyat utuh, dan pada salah satunya setengah diyat.
Kedua hal tersebut diatas berasal dari Sabda Rasulullah SAW
عَنْ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ لَهُ ، وَكَانَ فِي كِتَابِهِ : وَفِي الْأَنْفِ إذَا أُوعِبَ جَدْعُهُ الدِّيَةُ ، وَفِي اللِّسَانِ الدِّيَةُ ، وَفِي الشَّفَتَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الْبَيْضَتَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الذَّكَرِ الدِّيَةُ ، وَفِي الصُّلْبِ الدِّيَةُ ، وَفِي الْعَيْنَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الرِّجْلِ الْوَاحِدَةِ نِصْفُ الدِّيَةِ } .
Dari Amru bin Hazm bahwa Rasullullah SAW menulis untuknya , dan ialah ditulisan itu :" pada hidung yang terpotong diyat utuh, dan pada pengecap diyat utuh, pada kedua bibir diyat utuh, dan pada dua buah biji dzakar diyat utuh, pada batang kemaluan diyat utuh, pada shulb( tulang syaraf reproduksi)diyat utuh, pada kedua mata diyat utuh, pada satu kaki setengah diyat" [10]
Berkata Ibnu Abdil Barr: Kitab amru bin hazam ini tekenal dikalangan fuqoha'[11]
3. Anggota tubuh yang berjumlah empat seperti: kelopak mata, atau bulu mata bila membuatnya tidak tumbuh lagi maka pada setiap belahan tersebut seperempat dari diyat bila terpotong semua maka membayar diyat utuh.
4. Jenis anggota tubuh yang berjumlah sepuluh, mirip jari tangan, jari kaki, maka padanya bila terpotong seluruhnya diyat utuh, dan pada salah satunya sepersepuluh diyat. Yakni satu jari 10 onta dan pada setiap ruas tulang dari satu jari sepertiga dari 10 onta, kecuali pada ibu jari, maka diyat perruasnya tulangnya 5 onta.. Karena sabda nabi SAW:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْأَصَابِعِ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ سَوَاءٌ عَشْرٌ مِنْ الْإِبِلِ لِكُلِّ أُصْبُعٍ
Dari Ibnu Abbas berkata : bersabda rasulullah SAW pada diyat jari tangan dan kaki semua sama , setiap satu jari 10 ekor onta.[12]
Dan tidak ada perbedaan antara ibu jari dan kelingking dalam diyat.
Dalam shohih bukhori disebutkan
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذِهِ وَهَذِهِ سَوَاءٌ - يَعْنِي الْخِنْصَرَ وَالْإِبْهَامَ
Dari Ibnu Abas[13]
5. Diyat Pada gigi; untuk setiap gigi 5 ekor onta, dalilnya hadits Amru bin Hazm :
وفي السن خمس من الإبل
Dan pada setiap gigi diyatnya 5 ekor onta[14]
Ibnu qudamah menyampaikan : " Kami tidak mendapakan perbedaan pendapat dalam duduk kasus gigi bahwa diyat setiap gigi dengan 5 onta "[15]
B. Diyat pada jinayah yang menimbulkan hilangnya suatu manfaat dari anggota badan.
Manfaat yang dimaksud disini ialah manfaat atau fungsi dari anggota tubuh yang telah kami sebutkan, Seperti panca indra : pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa, maka bila salah satu dari panca indra ini hilang wajib atasnya diyat sempurna, hal yang serupa juga dalam hilangnya mafaat dari anggota tubuh yang berjumlah tunggal mirip akal, kemampuan bicara, kemampuan sex, kemampuan berjalan, dll. Hal ini berdasarkan keputasan Umar Bin Khotthob dalam mengadili seseorang yang memukul kawannya lalu berakibat hilang darinya penglihatan, pendengaran, kemampuan sex, dan aqal, dan ia masih hidup maka orang itu di beri sangsi empat kali diyat (400 ekor onta) [16]
Kaidah dalam duduk kasus ini; untuk setiap yang mempunyai manfaat atau fungsi dari tubuh yang berjumlah tunggal maka diyatnya diyat penuh ( 100 ekor onta), lalu untuk fungsi anggota tubuh yang berjumlah dua atau empat atau sepuluh bila terjadi kerusakan fungsi tanpa kehilangan bentuk anggota tubuh tersebut mirip lumpuh dan sebagainya maka diyatnya sebesar prosentase hilangnya manfat anggota tubuh tersebut dari diyat, sebab darah majny alaihi dihentikan disia-siakan tanpa ganti rugi[17].
C. Diyat pada jinayah yang berupa luka di kepala, wajah atau badan
Luka di kepala dan wajah dalam bahasa arab dinamakan Syajjah adapun luka diselainnya maka itu dinamakan Jarh. Dalam jinayah pada kepala atau wajah (syajjah) ini mempunyai sepuluh tingkatan yang diambilkan dari bahasa Arab. Setiap jenisnya mempunyai nama tersendiri dan aturan tersendiri pula[18] adapun sepuluh macam tersebut yaitu:
1. Al-Harishoh : yaitu robeknya kulit ari dan tidak menimbulkan keluar darah.
2. Al-Bazilah : yaitu luka yang merobek kulit dan mengeluarkan darah sedikit., luka ini juga dinamakan ad Dami'ah
3. Al-Badli'ah : yaitu luka yang merobek kulit hingga daging belahan atas.
4. Al-Mutalahimah : yaitu luka yang merobek hingga daging belahan dalam
5. As-Simhaq : yaitu luka yang merobek hingga daging belahan bawah erat dengan tulang, akan tetapi masih terhalang satu lapisan yang menutupi tulang.( tulang yang putih belum terlihat)
Lima keadaan ini tidak ada dosis tertentu dari diyat, akan tetapi hukumnya diserahkan kepada hakim untuk memilih kadar ganti rugi jinayah tersebut.
6. Al-Mudlihah ialah luka yang menembus kulit dan daging hingga menimbulkan tulang sanggup terlihat jelas.
Pada luka ini diyatnya 5 ekor onta, hal ini disebutkan dalam hadis Amru bin Hazm
{و في الموضحة خمس من الإبل }
" Dan didalam luka mudlihah diyatnya 5 ekor onta "[19]
7. Al Hasyimah : yaitu luka yang menciptakan tulang trelihat dan meretakkannya, maka diyatnya 10 ekor onta, hal ini mirip diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit RA dan tidak ada shahabat yang menyelisihi pendapat dia dalam duduk kasus ini.
8. Al-Munaqqilah : yaitu luka yang lebih parah dari al-Hasyimah yang mengakibatkan tulang pindah dari tempatnya. Maka diyatnya 15 ekor onta. Hal ini berdasarkan hadist Amru Bin Hazm yang Rasullullah bersabda :
" وفي المنقلة خمس عشرة من الإبل "
" Dan pada luka Al-Munaqqilah diyatnya 15 ekor onta "[20]
9. Al-Ma'mumah : ia dalah luka yang hingga pada lapisan pelindung otak kepala.
10. Ad-Damighoh : yaitu luka yang mrobek lapisan pelindung otak.
Hukuman diyat untuk kedua jenis luka ini yaitu sepertiga dari diyat utuh. Hal tersebut bersumber dari hadis yang sama dari riwayat Amru bin Hazam:
" وفي المأمومة ثلث الدية "
" Pada luka al-Ma'mumah sepertiga diyat"[21]
adapun pada luka Damighoh tentu lebih parah dari ma'mumah, maka ia lebih berhak untuk menerima sepertiga Diyat, akan tetapi sebab biasanya korban yang terkena luka ini sering tidak tertolong jiwanya maka tidak ada nash yang shorih (jelas) menyebutkan diyatnya. Sehingga ulama' memutuskan untuk Damighoh sepertiga diyat apabila tidak terjadi kematian.
Kemudian untuk luka yang bukan pada wajah Atau kepala yang disebut Jarh maka ada satu jenis yang mempunyai diyat yang tiba dari nash, yaitu luka al-Jaifah, diyatnya ialah sepertiga dari diyat utuh. Dasar aturan ini masih diambil dari hadits Amru bin hazm:
" وفي الجائفة ثلث الدية"
" Dan pada luka Jaifah sepertiga diyat[22].
Ibnu Qudamah menyatakan : " Dan ini (diyat Jaifah) merupakan perkataan kebanyak hebat ilmu, diantaranya ulama madinah, ulama kufah, ulama hadits dan ashabu ra'yi.[23]
Adapun arti dari jaifah ialah: luka yang dalam pada tubuh selain dari tangan kaki maupun kepala, yang mana luka tersebut masuk hingga kedalam tubuh dari arah dada atau perut, lambung kanan maupun kiri, punggung, pinggang, dubur, tenggorokan dan lainnya[24].
Apabila tubuh tersebut terkena senjata lalu tembus hingga pada sisi lainnya maka diyatnya dua jaifah sebab lukanya ada pada dua sisi[25]
D. Diyat pada jinayah yang menimbulkan patah tulang
Pada kasus patah tulang ini berdasarkan Ibnu Qudamah ada 5 jenis tulang yang ada kadar diyatnya yaitu tulang rusuk, dua tulang iga, dan zand (lengan dan hasta)[26].
Kadar diyah pada 5 tulang tersebut
- Diyah pada tulang rusuk yang patah, apabila bisa kembali tersambung dengan normal maka diyatnya seekor onta begitu pula pada tulang rusuk atas. Seperti yang diriwayatkan dari umar bhwa ia berkata: " Pada tulang rusuk diyatnya satu ekor onta[27] dan pada satu tulang rusuk atas satu ekor onta[28]" Akan tetapi bila tulang tersebut tidak kembali mirip keadaan semula maka ia dikenakan denda hukumah.
- Diyah Zand ialah dua ekor onta, yang mana pada tulang hasta seekor onta dan pada tulang lengan sekor onta.
Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Khotthob bahwa saat dia ditanya lewat surat oleh Amru bin al-'Ash radhiallhu anhuma perihal diyat zand (hasta dan lengan) maka dia menulis balasan : bahwa diyatnya (lengan dan hasta) ialah dua ekor onta dan pada dua zand 4 ekor onta[29].
Maksud dari Hukumah ialah Seorang korban (majny 'alaihi) kita ibaratkan sebagai budak yang ditaksir harganya sebelum dia terkena jinayah, lalu dihitung prosentase apa yang berkurang dari harga budak tadi, maka seberapa persen harga yang berkurang dari orang tersebut kita gunakan untuk mengukur kadar diyat. Wallahu a'lam
Maroji:
­ Shahih Bukhari
­ Sunan Nasai
­ Musnad imam Ahmad
­ Mushonnaf Ibnu Abi syibah jilid 5
­ Musonnaf Abdurrozaq jilid 9
­ Al-Mughni, Al- Muwaffaq Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah Al-Maqdisy Al-Jama'ily, percetakan Dar Alimil Kutub KSA, cet. Ke tiga, Th. 1417 H /1997 M. jilid ke 12.
­ Ar-Raudul Murbi' syarh zadul mustaqni' bihasyiyah ibnu Utsaimin, Mansur bin Yunus al-Bahuty , Ibnu Utsaimin, percetakan Muassasah Ar-Risalah Bairut
­ Al-Fiqhu Al-Islamy wa Adillatuhu, DR. Wahbah Az-Zuhaily, percetakan : Dar Fikr cet. Kedua Th.1405 H / 1985 M , jilid ke 7
­ Al-Mulakhos al-Fiqhy, DR. Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, percetakan Dar 'Ashimah cet. Pertama, th 1423 H, jilid ke 2.
­ At-Ta'liqot Rodliyyah 'ala ar-raudlotunnadiyyah, lil allamah sidiq hasan khon at-tanuhy, Nashiruddin al-Albani, percetakan Dar Ibnu 'Affan, Riyadl, cet.pertama th.1423M/2003H. jilid 3


[1] Surat an-Nisa', ayat : 45
[2] HR.at-Tirmidzi No. 1320 , Imam Ahmad 1/98
[3] Surat al-Baqoroh, ayat: 178
[4] Al-Fiqhu Al-Islamy wa Adillatuhu, DR. Wahbah Az-Zuhaily, percetakan : Dar Fikr cet. Kedua Th.1405 H / 1985 M , jilid ke 6, hlm.334
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Al-Mughni, Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah Al-Maqdisy Al-Jama'ily, percetakan Dar Alimil Kutub KSA, cet. Ke tiga, Th. 1417 H /1997 M. jilid ke 12 hlm 105
[8] Al-Mulakhos al-Fiqhy, DR. Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, percetakan Dar 'Ashimah cet. Pertama, th 1423 H, jilid ke 2 hlm.500.
[9] Al Mughni hlm 105
[10] HR. An-Nasai , Kitab Al-Qosamah Hadits No.4853 , Imam Malik, Al-Muwatto' Kitab Uqul, 2/869
[11] Al-Mughni. hlm 106.
[12] HR. Tirmidzi, Dalam Kitab Diyyat No. 1391
[13] HR. Bukhari , Kitab diyat Hadits No. 6500
[14] HR An Nasa'I , Kitab Qosamah No. 4853
[15] Al Mughni, Ibnu Qudamah Almaqdii, hlm. 130
[16] Ar-Raudul Murbi' syarh zadul mustaqni' bihasyiyah ibnu Utsaimin, Mansur bin Yunus al-Bahuty , Ibnu Utsaimin, hlm.653
[17]At-Ta'liqot Rodliyyah 'ala ar-raudlotunnadiyyah, lil allamah sidiq hasan khon at-tanuhy, Nashiruddin al-Albani, percetakan Dar Ibnu 'Affan, Riyadl, cet.pertama th.1423M/2003H. jilid 3 hlm.383
[18] Lihat al-Mulakhos al Fiqhi jilid 2 hlm.505
[19] HR. An Nasai , Kitab Alqosamah Hadits No.4853
[20] Ibid
[21] Ibid
[22] ibid
[23] Al-Mughni, 12/166
[24] lihat al-Mulakhos al-Fiqhy, jilid .2 hlm.507, ar-Raudul Murbi', hlm.656
[25] Al-Mughni.168
[26] Al-Mughni 166
[27] Ibnu Abi Syaibah, kitab diyat, jilid 5/380 no. 27162, Abdurrozaq , Kitabul Uqul jilid 9/ 367 no.17607
[28] Ibnu Abi Syaibah, kitab diyat, jilid 5/365 no. 27162, Abdurrozaq , Kitabul Uqul jilid 9/ 362 no.17578
[29] Al-Mulakhos al-Fiqhy. Jilid 2 hlm 507-508

Sumber http://abu-riyadl.blogspot.com