12 Faedah Iman Kepada Taqdir

Ketika seoarang benar-benar beriman kepada Taqdir Tuhan Azza wa Jalla maka ia akan menikmati beberapa kenikmatan  didunia maupun  alam abadi yang mana ia terangkum dalam 12 faedah berikut ini:

1.    Melaksanakan Penghambaan Kepada Tuhan ‘Azza wa Jalla  dengan sebenar benarnya:
Iman kepada taqdir Tuhan merupakan cuilan dari ibadah kepada Tuhan dan merupakan cuilan dari kesempurnaan hamba dalam perwujudan peribadatan kepada Robnya. Setiap bertambahnya keyakinan seorang hamba terhadap taqdir Tuhan maka bertambah  peribadatannya kepada Allah. Maka setiap hal yang ia alami baik merupakan hal yang ia benci , maka itu akan menjadi kebaikan baginya dan ia kan mendapatkan pahala yang sangat besar.


2.     Terbebas dari Kesyirikan
Kaum Majusi (para penyembah api) berkeyakinan bahwa cahaya ialah pencipta kebaikan dan kegelapan ialah pencipta keburukan. Sedangkan qodariyah berkeyakinan sesungguhnya Tuhan tidak membuat perbuatan hamba namun hambalah yang membuat sendiri perbuatannya. Kesimpulannya : mereka berkeyakinan bahwa ada dua pencipta bersama Tuhan ‘Azza wa Jalla. Keyakinan sesat semacam ini ialah kesyirikan terhadap keyakinan kepada taqdir Tuhan ‘Azza wa Jalla..
Sedangkan orang yang beriman kepada taqdir Tuhan meyakini bahwa seluruh yang akan terjadi, semuanya di bawah kehendak Allah. Tuhan ialah Dzat Yang Maha Memberi kepada siapa saja yang Dia kehedaki dan Dia ialah Dzat Yang Maha Menahan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tidak ada yang sanggup menolak taqdir dan aturan Allah. Hal ini merupakan bentuk Tauhid kepada Allah, sehingga orang yang mempunyai keyakinan semacam ini pasti  tidak akan mendekatkan dirinya dalam ibadah selain hanya kepada Tuhan semata dan ia terhindar dari perbuatan syirik semisal mengelus-elus kuburan orang sholeh (dengan khurofatnya berharap hal tertentu akan terjadi padanya).

3.     Mendapatkan Hidayah dan Tambahan Iman
Orang yang beriman kepada taqdir Tuhan dengan keyakinan yang benar , maka ia telah merealisasikan tauhidnya, menambah imannya, ia akan mendapatkan hidayah dari Robnya dengan mudah. Bahkan keyakinan kepada taqdir Tuhan itu ialah cuilan dari bentuk hidayah Tuhan baginya. Tuhan ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mau mendapatkan petunjuk, Tuhan menambah petunjuk kepada mereka dan memperlihatkan jawaban ketaqwaannya”. ( QS. Muhammad [47] : 17).
Firman Tuhan Subhanahu wa Ta’ala,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Tidak ada suatu tragedi alam pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Tuhan pasti Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”. ( QS. Ath Taghbun [64] : 11).

4.     Memudahkaan hati untuk Ikhlas bersedekah lantaran Allah
Iman terhadap taqdir Tuhan akan menggiring pelakunya kepada keikhlasan. Maka nrimo ini akan menjadi faktor pendorong baginya dalam seluruh amalnya dalam rangka melaksankan perintah Allah. Seorang yang beriman akan menyakini bahwa segala kasus ialah kasus yang Tuhan tentukan, semua kerajaan ialah milik Allah, kehendak Tuhan pasti terealisasi dan hal yang tidak dikehendaki Tuhan tidak akan terlaksana, tidak ada yang sanggup menolak keutamaan dari Allah, tidak juga ada yang sanggup menetang ketetapan Allah. Hal-hal ini akan menuntun orang yang mengimaninya untuk gampang nrimo dalam bersedekah kepada Tuhan dan menyucikannya dari riya’ dan pamer. Karena tidak adanya faktor pendorong untuk tidak nrimo yang ada pada dirinya.

5.     Tawakkal yang Benar dan Sempurna
Tawakkal kepada Tuhan ialah inti ibadah, tawakkal tidaklah benar dan lurus kecuali tawakkalnya orang yang beriman terhadap taqdir dengan keyakinan yang benar. Tawakkal artinya  ialah : “mengahadapnya hati kepada Tuhan (ikhlas) saat beramal, senantiasa memehon dukungan dari Tuhan dan hanya berpegang/bersandar kepada Tuhan semata”. Maka inilah belakang layar dan hakikat tawakkal. Orang yang benar-benar melakukan tawakkal kepada Tuhan ialah orang yang juga mengambil sebab-sebab yang diperintahkan Allah, barangsiapa yang tidak mau mengambilnya maka tawakkalnya bukanlah tawakkal yang benar.
Jika seorang hamba bertawakkal terhadap Robnya, berserah diri kepadaNya, mempercayakan urusannya kepadaNya, maka Tuhan akan anugrahkan kepadanya kekuatan, keinginan yang kuat, kesabaran dan Tuhan akan palingkan darinya malapetaka.

6.     Takut kepada Tuhan lantaran khawatir pada taqdirnya
Orang yang beriman terhadap taqdir Allah, akan kita temukan bahwa ia ialah orang yang senantiasa takut kepada Allah, khawatir jangan-jangan ia mati dalam keadaan su’ul khotimah (akhir yang buruk) lantaran ia tidaklah tahu apa yang akan terjadi padanya pada final hayatnya maka ia tidak akan pernah merasa kondusif dari siksa Allah.
Jika demikian maka ia akan menganggap amal sholeh yang telah ia lakukan hanya sedikit sehingga ia tidak tertipu dengan amal sholeh yang telah ia kerjakan. Karena sesungguhnya hati insan berada diantara jari jemari Tuhan Ar Rohman, yang hati tersebut Tuhan lah yang membolak-baliknya seseuai dengan kehendakNya. Sedangkan final perbuatan seseorang hanyalah Tuhan ‘Azza wa Jalla yang menentukan.
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,

فَوَاللَّهِ إِنَّ أَحَدَكُمْ – أَوِ الرَّجُلَ – يَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ بَاعٍ أَوْ ذِرَاعٍ ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، فَيَدْخُلُهَا ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ ذِرَاعٍ أَوْ ذِرَاعَيْنِ ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ، فَيَدْخُلُهَا
“Demi Tuhan sesungguhnya seseorang diantara kalian ada yang bersedekah dengan amalan penghuni neraka sampai jarak antara ia dan api neraka hanya satu hasta atau satu depa namun taqdir telah mendahuluinya kemudian ia bersedekah dengan amalan penghuni nirwana sehingga ia masuk ke surga. Dan ada seorang yang bersedekah dengan amalan hebat nirwana sampai jarak antara dirinya dan nirwana hanya satu atau dua hasta namun taqdir telah mendahuluinya maka ia bersedekah dengan amalan hebat neraka sehingga memasukkannya ke neraka”[1].

7.    Memiliki rasa Roja’ (harapan) dan Baik Sangka terhadap Allah.
Orang yang beriman terhadap taqdir ialah orang yang berbaik sangka terhadap Allah, dan mempunyai perilaku roja’ yang kuat. Hal ini lantaran ia tahu bahwa Tuhan tidaklah menetapkan suatu ketetapan kecuali ketetapan tersebut berupa keadilan, kasih sayang atau bijaksana (penuh hikmah).

8.     Ridho
Orang yang beriman terhadap taqdir Tuhan keadaannya sanggup menjadi lebih mulia sampai tingkatan menjadi orang yang ridho. Barangsiapa yang ridho terhadap Tuhan maka Tuhan pun akan meridhoinya bahkan ridho seorang hamba terhadap Tuhan merupakan hasil dari ridho Tuhan pada hamba tersebut. Ridho Tuhan akan segera tiba dalam dua bentuk,
[1]. Ridho Tuhan sebelumnya, yang menghasilkan ridho hamba kepada Allah
[2]. Ridho Tuhan setelahnya yang merupakan buah dari ridho Tuhan kepada hamba

Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang hatinya dipenuhi kecintaan terhadap taqdir Tuhan maka Tuhan akan memenuhi hatinya dengan merasa cukup, rasa aman, qona’ah, alirkan hatinya terhadap kecintaan kepada Allah, merasa kembali kepadanya serta bertawakkal kepada Allah. Dan barangsiapa yang hilang darinya sebagian ridho terhadap taqdir Tuhan maka Tuhan akan penuhi hatinya dengan sebaliknya, Tuhan akan membuatnya sibuk dari hal-hal yang akan membahagiakannya”[2]..

9.    Rasa  Syukur kepada Allah
Orang yang beriman terhadap taqdir Tuhan mengetahui bahwa nikmat yang ada pada dirinya hanyalah dari Tuhan Subhanahu wa Ta’ala semata. Sesungguhnya Tuhan lah yang bisa untuk menghindarkan dari seluruh hal yang dibenci dan dimurkai. Maka pengetahuannya tersebut membawanya untuk mentauhidkan Tuhan dalam duduk kasus syukur. Jika menimpanya hal-hal yang disenanginya maka ia akan bersyukur terhadap , dan kalau menimpanya hal-hal yang ia tidak senangi maka ia pun bersyukur atas taqdir Tuhan atas dirinya dengan menahan amarah, caci maki, dan tentu memperhatikan adat dan bertindak sesuai dengan keyakinan terhadap taqdir. Karena sesungguhnya ilmu dan adat kepada Tuhan akan menggiring pemiliknya semoga bersyukur kepada Tuhan terhadap semua hal yang menimpanya baik yang ia senangi ataupun yang ia benci. Walaupun syukur untuk hal yang kedua lebih berat dan lebih sulit oleh lantaran itu syukur jenis ini lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan syukur jenis yang pertama.
Jika seseorang senantiasa bersyukur atas semua yang menimpanya maka nikmat Tuhan akan senantiasa tertuang untuknya dan mengalir untuknya lantaran syukur ialah pengikat nikmat yang telah ada dan pemburu nikmat yang hilang (belum ada –ed.). Tuhan Tabaroka wa Ta’ala berfirman,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kalian bersyukur maka akan saya tambah nikmatku”. ( QS. ‘Ibrohim [14] : 7).

10.     Kegembiraan lantaran Allah
Orang yang beriman terhadap taqdir Tuhan akan merasa senang bangga dengan keimanannya ini yang mana sebagaian orang Tuhan cegah darinya. Tuhan Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, “Dengan karunia Tuhan dan rahmat-Nya (hidayah berupa iman,  amal sholeh, menjauhi kesyirikan dan maksiat), hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Tuhan dan rahmat-Nya itu ialah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (berupa harta, unta dan sapi yang banyak)”. ( QS. Yunus [10] : 58). [3]

Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan, “Kebahagian/kesenangan (terhadap taqdir Allah) ialah nikmat hati yang paling tinggi, kelezatan dan keindahan. Maka kebahagian/kesenangan (terhadap taqdir Allah) ialah nikmat Tuhan sedangkan kesedihan  (terhadap taqdir Allah) ialah adzabnya.
Bahagia terhadap sesuatu derajatnya lebih tinggi daripada ridho terhadapnya lantaran ridho ialah rasa hening dan lapang. Sedangkan senang adalan kelezatan dan keindahan. Maka setiap kebahagian sudah pasti telah ridho namun tidak setiap ridho ialah kebahagiaan. Oleh lantaran itulah kebagiaan merupakan lawan dari kesedihan dan ridho ialah lawan dari mencela/marah. Kesedihan membuat orang yang tertimpanya menjadi terluka sedangkan orang yang cacian/amarah tidaklah membuat pelakunya terluka kecuali orang yang tidak bisa untuk melawan/membalasnya”[4].

11.      Ilmu terhadap Hikmah Tuhan ‘Azza wa Jalla
Banyak hal yang terjadi pada kita kemudian kita mengingkarinya padahal hal tersebut baik untuk kita. Demikian juga banyak hal yang wujudnya ialah kemaslahatan sehingga kita mencintainya padahal hal tersebut hikmahnya (sebenarnya bukanlah merupakan kebaikan untuk kita.). Maka Dzat Yang Mengatur Manusia lebih mengetahui segalanya. Tuhan ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kau membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kau menyukai sesuatu, padahal ia amat jelek bagimu; Tuhan mengetahui, sedang kau tidak mengetahui”. ( QS. Al Baqoroh [2] : 216).

12.     Membersihkan anutan dari Keyakinan sesat dan Khurofat
Diantara hidayah yang akan didapat seseorang yang beriman terhadap taqdir Tuhan ialah :  keyakinan bahwa hal yang terjadi di alam semesta ini mengikuti aturan Taqdir Tuhan ‘Azza wa Jalla, padahal  taqdir Tuhan ialah sebuah belakang layar yang terkunci rapat yang tidak ada yang tahu kecuali Tuhan serta tidak diperlihatkan kepada seseorang melainkan hanya kepada mahluk yang Tuhan ridhoi dari kalangan malaikat/rosul dengan wahyu.
Dari sudut pandang ini maka anda akan dapati seorang yang beriman kepada taqdir Tuhan tidak akan percaya kepada dukun, peramal dan tidak akan pergi mendatangi mereka. Dia tidak akan percaya perkataan, kepalsuan mereka sehingga ia akan selamat dari palsunya perkataan mereka kemudian ia akan terbebas dari keyakinan-keyakinan yang bathil dan khurofat.

*sumber  Kitab Al Iman Bil Qodho’ wal Qodar oleh DR. Muhammad bin Ibrohim Al Hamd hal. 89-98 terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, KSA.]
Semoga
By: bubuk riyadl
________________________________________
[1] HR. Bukhori no. 6594
[2] Madarijus Salikin hal. 202/II.
[3 Lihat Aisarut Tafaasiir oleh Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairiy hal. 373/II terbitan Maktabah Al ‘Ulum wal Hikaam Madinah, KSA.
[4] Madarijus Salikin hal. 150/III.
Sumber http://abu-riyadl.blogspot.com