Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah

Pengelolaan zakat di Indonesia di atur melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang yang disahkan tanggal 25 November 2011 ini menggantikan Undang-Undang sebelumnya dengan No. 38 Tahun 1999.

Pengaturan pengelolaan zakat melalui Undang-Undang bertujuan supaya zakat dikelola secara melembaga sesuai syariat Islam, amanah, penuh kemanfaatan, berkeadilan, berrkepastian hukum, terintegrasi dan akuntable, sehingga sanggup meningkat efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

Pengelolaan zaat yakni acara perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.[1]

a. Pengumpulan
Dalam rangka pengelolaan zakat, muzaki melaksanakan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya. Dalam hal tidak sanggup menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki sanggup meminta derma BAZNAS. Zakat yang dibayarkan muzaki kepada BAZNAS dan LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. BAZNAS atau LAZ wajib memperlihatkan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Bukti setoran zakat dipakai sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Pengumpulan zakat tidak hanya dilakukan terhadap indvidu, tetapi zakat juga dihimpun dari perusahaan. Ketentuan menghimpun zakat dari perusahaan sanggup merujuk pada keputusan Komisi B-1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia III Tentang Massail Fiqhiyyah Mu’ashorah (Masalah Fiqh Kontemporer). Di mna salah satu keputusan ijtima ulama yakni perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib pajak, wajib mengeluarkan zakat, baik sebagai sakhshiyah i’tibariyah ataupun sebagai pengganti (wakil) dari pemegang saham.

b. Pendistribusian
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syaiat Islam. Pendistribusian zakat, dilakukan menurut skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemetaan, keadilan dan kewilayahan.

c. Pendayagunaan
Zakat sanggup dipakai untuk perjuangan produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

Penggunaan zakat untuk produkti ini terdapat pada Fatwa MUI wacana Men- tasharuf- kan Dana Zakat untuk acara produktif tanggal 2 Februari 1982 yang tetapkan bahwa: “Zakat yang diberikan kepada fakir miskin sanggup bersifat produktif. Dana zakat atas nama sabilillah boleh di-tasharuf-kan guna keperluan umum.

Menyangkut pendayagunaan zakat, terdapat beberapa penemuan yang telah didapat anutan MUI. Inovasinya antara lain:
  1. Fatwa MUI Tentang Pemberian Zakat untuk Beasiswa, tanggal 19 Februari 1996. Fatwa ini tetapkan bahwa memperlihatkan uang zakat untuk kepeerluan pendidikan khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya yakni sah, alasannya yakni termasuk ashnaf fi sabilillah ...” Pelajar dan mahasiswa muslim yang mendapatkan zakat hendaknya berprestasi akademik, diprioritaskan bagi yang kurrang bisa serta mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
  2. Fatwa No. 4 tahun 2003 wacana Penggunaan Dana Zakat untuk investasi, tanggal 1 November 2003. Memutuskan anatar lain: penyaluran zakat maal dari amil kepada mustahiq walaupun intinya fauriyah (segera), sanggup di ta’khiri-kan, apabila mustahiq nya belum ada, atau ada kemashlahatan yang lebih besar. Mashlahat ditentukan oleh pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan kemashlahatan, sehingga mashlaha tersbut yakni mashlahat syar’iyah. Zakat yang di ta’khir kan boleh diinvestasikan dengan syarat:
  • Harus disalurkan pada perjuangan yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang berlaku;
  • Diinvestasikan pada bidang perjuangan yang diyakini akan memperlihatkan laba atas dasar studi kelayakan;
  • Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kompetensi.
  • Dilakukan oleh institusi/lembaga yang profesional dan sanggup dipercaya;
  • e. Izin investasi harus diperoleh dari pemerintah dan pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit;
  • f. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda pada ketika harta zakat itu diinestasikan;
  • g. Pemberian zakat yang di ta’khir kan alasannya yakni diinvestasikan haus dibatasi waktunya.

3) Fatwa MUI No. 15 tahun 2011 wacana Penyaluran Harta Zakat dalam bentuk Aset Kelolaan, tanggal 17 Maret 2011. Aset kelolaan yakni sarana atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada di dalam pengelolaan sebagai wakil mustahiq zakat, sementara keuntungannya diperuntukkan bagi mustahiq zakat.hukum penyaluran zakat pada aset kelolaan yakni boleh, dengan beberapa ketentuan:
  • Tidak ada kebutuhan mendesak bagi paa mustahiq untuk mendapatkan zakat;
  • Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melaksanakan pembayaran secara masuk akal untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.
Adapun tujuan Pengelolaan zakat yakni untuk:
  1. Meningkatkan efektivitas dan efissiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;
  2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Berdasarkan persyaratan yang di atur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011, Lembaga Amil Zakat harus mengikuti dan menyesuaikan pada Undang-Undang tersebut. Ada beberapa asas yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.23 tahun 2011 wacana Pengelolaan Zakat supaya zakat dikelola yaitu dengan berasaskan: Syariat Islam, Amanah, Keadilan, Kepastian hukum, Terintegrasi, dan Akuntabilitas.[2]
 Pengelolaan zakat di Indonesia di atur melalui Undang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah

Selain mendapatkan zakat, BAZNAS atau LAZ juga sanggup mendapatkan infaq, shadaqah dan dana sosial lainya. Pendistribusian dan pendayagunaannya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukakan yang diikrarkan oleh pemberi. Pengelolaan infaq, shadaqah dan dana sosial lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.[3]


DAFTAR PUSTAKA
[1] Saparuddin siregar, Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Sesuai PSAK 109, ( Medan: Wal Ashri Publishing, 2013), h. 20.
[2] UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 2 .
[3] Saparuddin siregar, Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Sesuai PSAK 109, ( Medan: Wal Ashri Publishing, 2013), h. 24-29.