![]() |
Kyai Hamid Pasuruan (memakai sorban putih) |
Suatu dikala seorang Habib dari Kota Malang, dikala masih muda, yaitu Habib Baqir Mauladdawilah (sekarang dia masih hidup), diijazahi sebuah doa oleh al-Ustadzul Imam Al-Habr al-Quthb al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Bilfaqih, Habib Abdulqadir Bilfaqih berpesan kepada Habib Baqir untuk membaca doa tersebut dikala akan menemui seseorang semoga tahu sejatinya orang tersebut siapa, orang atau bukan.
Suatu kesempatan datanglah Habib Baqir menemui seorang waliyullah di tempat Pasuruan, Jawa Timur, yang masyhur dengan nama Mbah Hamid Pasuruan.
Ketika itu di tempat Mbah Hamid aneka macam orang yang sowan kepada beliau, meminta doa atau keperluan yang lain.
Setelah membaca doa yang di ijazahkan, Habib Baqir merasa kaget. Ternyata orang yang terlihat ibarat Mbah Hamid sejatinya bukan Mbah Hamid.
Beliau mengatakan: “Ini bukan Mbah Hamid, ini ialah khodamnya. Mbah Hamid tidak ada di sini” Kemudian Habib Baqir mencari di manakah sebenarnya Mbah Hamid.
Setelah bertemu dengan Mbah Hamid yang asli, Habib Baqir bertanya kepada beliau: “Kyai, Kyai jangan begitu.”
Mbah Hamid menjawab: “Ada apa Bib?”
Habib Baqir kembali berkata: “Kasihan orang-orang yang meminta doa, itu doa bukan dari panjenengan, yang mendoakan itu khodam. Panjenengan di mana waktu itu?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya diam. Namun Mbah Hamid pernah menceritakan duduk kasus ini kepada Seorang Habib sepuh. Habib sepuh tersebut juga pernah bertanya kepada beliau,
Saat itu Habib sepuh tersebut bertanya: “Kyai Hamid, waktu banyak orang-orang meminta doa kepada njenengan, yang menunjukkan doa bukan njenengan, njenengan di mana. Kok tidak ada..?”
Jawab Mbah Hamid: “Hehehee.. ke sana sebentar”
Habib sepuh tersebut semakin penasaran: “Ke sana ke mana Kyai?”
Jawab Mbah Hamid: “Kalau njenengan pengen tahu, datanglah ke sini lagi.”
Singkat cerita, Habib sepuh tersebut kembali menemui Mbah Hamid, ingin tahu di mana tempat persembunyian beliau. Setelah bertemu, bertanyalah Habib sepuh tadi: “Di mana Kyai?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya eksklusif memegang Habib sepuh tadi. Seketika itu, kagetlah Habib sepuh tadi, melihat suasana di sekitar mereka bermetamorfosis bangunan Masjid yang sangat megah.
“Di mana ini Kyai?” Tanya Habib sepuh tadi.
“Monggo njenengan pirsani piyambek niki teng pundi” (Silakan habib lihat sendiri ini di mana) jawab Mbah Hamid.
Subhanalloh, ternyata Habib sepuh tadi dibawa oleh Mbah Hamid mendatangi Masjidil Haram.
Habib sepuh kembali bertanya kepada Kyai Hamid: “Kenapa njenengan menggunakan doa?”
Mbah Hamid kemudian menceritakan: “Saya sudah terlanjur terkenal, saya tidak ingin terkenal, tidak ingin muncul, hanya ingin asyik sendirian dengan Allah, saya sudah berusaha bersembunyi, bersembunyi di mana saja, tapi orang-orang selalu ramai tiba kepadaku. Kemudian saya ikhtiar menggunakan doa ini, itu yang saya taruh di sana bukanlah khodam dari jin, melainkan Malakul Ardhi, Malaikat yang ada di bumi. Berkat doa ini, Tuhan Ta’ala menyerupakan malaikatNya dengan rupaku.”
Habib sepuh yang menyaksikan secara eksklusif insiden tersebut, hingga meninggalnya merahasiakan apa yang pernah dialaminya bersama Mbah Hamid, hanya sedikit yang diceritakan kepada keluarganya.
Lain waktu, ada tamu dari Kendal sowan kepada Mbah Hamid. Lantas Mbah Hamid menitipkan salam untuk si fulan bin fulan yang kesehariannya berada di Pasar Kendal, menitipkan salam untuk seorang yang dianggap gila oleh masyarakat Kendal. Fulan bin fulan kesehariannya berada di sekitar pasar dengan pakaian dan tingkah laris persis ibarat orang gila, namun tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Tamu tersebut resah kenapa Mbah Hamid hingga menitip salam untuk orang yang dianggap gila oleh dirinya.
Tamu tersebut bertanya: “Bukankah orang tersebut ialah orang gila Kyai.?”
Kemudian Mbah Hamid menjawab: “Beliau ialah wali besar yang menjaga Kendal, rahmat Tuhan turun, tragedi ditangkis, itu berkat beliau, sampaikan salamku.”
Kemudian sehabis si tamu pulang ke Kendal, menunggu keadaan pasar sepi, dihampirilah “orang yang dianggap gila tersebut” yang ternyata Shohibul Wilayah Kendal.
“Assalamu’alaikum…” Sapa si tamu.
Wali tersebut memandang dengan tampang seram layaknya orang gila sungguhan, kemudian keluarlah seuntai kata dari bibirnya dengan nada sangar: “Wa’alaikumussalam.. ada apa..!!!”
Dengan tubuh agak gemetar, si tamu memberanikan diri. Berkatalah ia: “Panjenengan sanggup salam dari Kyai Hamid Pasuruan, Assalamu’alaikum…”
Tak beberapa lama, wali tersebut berkata: “Wa’alaikumussalam” dan berteriak dengan nada keras: “Kurang bimbing si Hamid, saya berusaha bersembunyi dari manusia, semoga tidak diketahui manusia, kok malah dibocor-bocorkan. Ya Allah, saya tidak sanggup, kini telah ada yang tahu siapa aku, saya mau pulang saja, gak sanggup saya hidup di dunia.”
Kemudian wali tersebut membaca sebuah doa, dan bibirnya mengucap: (“Laa Ilaaha Illallah Muhammadun Rasulullah…”)
Seketika itu eksklusif meninggallah sang Wali di hadapan orang yang diutus Mbah Hamid.
Subhanallah… begitulah para Walinya Allah, saking inginnya berasyik-asyikkan hanya dengan Tuhan hingga berusaha bersembunyi dari keduniawian, tak ingin ibadahnya diganggu oleh orang-orang andal dunia, Bersembunyinya mereka menggunakan cara mereka masing-masing. Oleh alasannya ialah itu janganlah kita su’udzon terhadap orang-orang di sekitar kita, jangan-jangan dia ialah seorang Wali yang “bersembunyi”.
Jadi ingat pesan yang tersirat Maha Guru Al-Quthb Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih: “Jadikanlah dirimu menerima tempat di hati seorang Auliya.”
Semoga nama kita tertanam di hati para kekasih Allah, sehingga kita selalu menerima nadzrah dari guru-guru kita, dibimbing ruh kita hingga terakhir kita menghirup udara dunia ini, Aamiin...
Sumber: KH. Achmad Sa’idi bin KH. Sa’id (Pengasuh Ponpes Attauhidiyyah Tegal)