Mengapa Islam Lahir Dari Bangsa Arab?

Oleh: Dr. Muhammad Ramdhan al-Buthy

Andai saja dakwah Islam lahir di tengah bangsa yang berperadaban tinggi dan mempunyai pemikiran filsafat yang sudah terbangun pasti akan muncul banyak  “setan” yang menyangkal kenabian Muhammad Saw. Mereka akan menuduhnya sebagai upaya eksperimental-kebudayaan atau sebagai salah satu pemikiran filsafat belaka.

Mungkin sebagian besar dari kita (umat Islam) belum pernah terbesit pertanyaan perihal awal mula munculnya agama Islam. Tanpa perlu banyak bertanya, begitu saja kita memeluk agama Islam. Entah lantaran memang kita pasrah saja, atau memang kita malas untuk bertanya, atau memang kita buta perihal pertanyaan itu.

Memang, selama ini kita memeluk agama Islam begitu saja kita menerima, tanpa ada ingin tau kenapa kita harus melakukan apa-apa yang menjadi ajarannya. Hal itu terjadi, dimungkinkan lantaran kita mengikuti keturunan atau lingkungan. Andai saja tidak lantaran keturunan atau lingkungan, sangat dimungkinkan kita tidak berada dalam dekapan agama Islam, sebagaimana belum dewasa non Islam.

Atau, kemungkinan lain kenapa kita berada dalam dekapan agama Islam, lantaran kita ditakdirkan untuk melangkah di jalan yang diridoi Allah. Sehingga, kita tak pelu bertanya banyak hal perihal agama Islam, terutama awal munculnya Islam dan kenapa Islam harus berangkat dari tanah Arab. Meski demikian, sebagai umat Islam yang mempunyai pemikiran yang berpengaruh dan dalam, tentu akan bertanya-tanya kemudian mencari tanggapan perihal apa yang digelisahkan perihal agama Islam. Tujuan hal itu, bukan mencari celah untuk lepas dari Islam, akan tetapi untuk menambah keyakinan pada agama yang dipeluknya.

Salah satu yang mungkin harus dipertanyakan yaitu kenapa Islam berangkat dari tanah Arab? Bagi yang benar-benar ingin menambah keyakinannya dalam memeluk agama Islam, dipersilakan melanjutkan bacaannya hingga titik akhir.

Tanah Arab diapit dua peradan besar

Untuk mengetahui tanggapan perihal dari pertanyaan di atas, pertama kita mesti mengetahui karakter atau ciri khas, dan kondisi kehidupan bangsa Arab sebelum Islam. Selain itu, kita harus mengetahui citra geografis tempat yang mereka diami. Bahkan, kita juga harus miliki citra perihal banyak sekali bangsa lain yang ada pada dikala itu, sperti Persia, Romawi, Yunani dan India, termasuk tradisi yang berkembang dan ciri khas peradaban masing-masing.

Pertama, kita mengkaji secara sepintas bangsa-bangsa yang hidup di sekitar tanah Arab sebelum Islam. Saat itu, di dunia terdapat dua bangsa besar yang menjadi sentra peradaban dunia, yaitu Persia dan Romawi. Selain itu, ada pula Yunani dan India.

Kala itu, Persia menjadi tempat pertarungan banyak sekali pandangan agama dan filsafat. Di wilayah ini terdapat aliran Zoroaster yang dianut para penguasa. Salah satu ajarannya yaitu menganjurkan setiap pria untuk menikahi ibu, anak perempuan, atau saudara perempuannya. Bahkan Raja Yazdajird II yang berkuasa pada pertengahan masa kelima Masehi menikahi putri kandungnya sendiri. Ajaran gila ini hanya salah satu dari sekian banyak pemikiran agama Zoroaster yang benar-benar menyimpang dari dari nalar sehat. Akan tetapi, tentu bukan di sini tempatnya untuk membeberkan semua ini.

Sementara itu, imperialisme Romawi mencekeram kuat. Kerajaan besar ini terlibat konflik berkepanjangan dengan kaum Nasrani Syiria dan Mesir. Berbekal kekuatan militer yang mereka miliki, Romawi mengobarkan semangat imperialism ke penjuru dunia. Salah satu misinya yaitu membuatkan pemikiran Katolik yang telah dimodifikasi sesuai impian mereka.

Sebagaimana Persia, Romawi juga pernah “sakit keras”. Pada dikala itu, hampir seluruh wilayah Romawi dilanda kesulitan. Ketimpangan ekonomi muncul dalam bentuk penindasan dan pajak mencekik kebanyakan rakyat.

Adapun Yunani ketika itu masih karam dalam kubangan takhayyul dan metologi teologis yang menjebak penduduknya dalam debat kusir yang tidak bermanfaat.

Sementara itu, perihal India dinyatakan Prof. Abu Hasan an-Nadwi sebagai berikut. Semua penulis sejarah India setuju menyatakan, semenjak paruh awal masa keenam Masehi India mengalami kemunduran luar biasa dalam bidang agama, moral, dan sosial. Bersama Negara-negara tetangganya, India terperosok ke dalam dekadensi moral dan patologi sosial kemasyarakatan.

Jadi, bila harus mengerti, ternyata yang menjatuhkan banyak bangsa dan Negara ke jurang kekacauan dan kesengsaraan tak lain yaitu peradaban dan tamadun yang hanya dibangun di atas nilai-nilai matrealistik, tidak disertai model ideal-luhur yang sanggup menuntun ke jalan yang lurus dan benar. Hal ini terjadi lantaran peradaban mana pun di dunia, dengan segala keragaman dan deferensiasinya, tidak lain hanyalah “jalan” atau “sebab”. Jika sang pemilik tidak mempunyai pemikiran yang benar dan model ideal yang sahih, maka peradaban itu hanya akan menjadi jalan menuju kesengsaraan dan kekacauan. Sebaliknya, bila sang pemilik mempunyai nalar sehat yang lurus –yang biasanya didapat dari wahyu Ilahi- semua peradaban dan tamadun yang dimiliki niscaya akan menjadi jalan mulus yang mengantarkan mereka pada kebahagiaan tepat dalam semua sendi kehidupan.

Di tengah hiruk-pikuk itu, Semenanjung Arab pada masa itu yaitu tempat yang hening lantaran terhindar dari semua bentuk kekacauan yang menyebar di sekitarnya.penduduk Arab ketika itu tidak mengenyam kemewahan dan peradaban, menyerupai yang diraih Persia dan menyebabkan mereka terperosok ke dalam kehancuran. Selain itu, mereka juga tidak disibukkan dengan banyak sekali bentuk paham amoral yang menghancurkan akhlak. Bangsa Arab ketika itu tidak memilik kepongahan menyerupai militer Romawi yang menciptakan mereka berhenti mencaplok wilayah-wilayah di sekitarnya. Mereka juga tidak mempunyai kekayaan filsafat-dialektika menyerupai bangsa Yunani yang mengubah mereka menjadi bangsa dikuasai takhayyul dan dan mitos.

Pada dikala itu, Arab tak ubahnya “bahan baku” yang belum diolah dan diubah bentuk. Di tengah masyarakat yang masih murni inilah, fitrah kemanusiaan tetap terjaga. Nilai-nilai luhur, menyerupai kejujuran, kehormatan, suka menolong, dan menjaga harga diri mewarnai masyarakatnya. Namun sayang, mereka belum mendapatkan pelita yang sanggup menerangi jalan mencapai keluruhan. Mereka hidup di tengah kejahiliaan. Karena ketidaktahuan itulah, mereka banyak yang tersesat. Mereka tega membunuh belum dewasa wanita denga dalih menjaga kehormatan. Mereka rela mengeluarkan harta secara hiperbola demi mengejar kemuliaan. Mereka juga tidak segan saling membunuh satu sama lain demi menjaga harga diri.

Kondisi menyerupai inilah yang digambarkan oleh Tuhan Subhanahu Wata’ala di dalam Al-Qur’an:

وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ

“Dan gotong royong kau sebelum hari ini yaitu dari golongan orang-orang yang telah sesat”. (Surah Al-Baqarah Ayat 198)

Ayat ini lebih merupakan petunjuk bahwa kesesatan bangsa arab rupanya lebih sanggup “dimaafkan” dibandingkan bangsa lain kala itu, bukan untuk mengatakan kebodohan dan penghinaan kepada mereka. Alasannya, bangsa lain karam dalam kemerosotan moral, padahal mereka di tengah obor peradaban dan tamadun yang terang menderang. Kelebihan yang mereka miliki justru memerosokkan mereka dalam jurang kerusakan.

Melalui citra kondisi bangsa Arab dan bangsa lain di sekitarnya sebelum Islam, kita sanggup dengan gampang mengungkap alasan yang tersembunyi di balik ketetapan Tuhan menentukan tanah atau semenanjung Arab sebagai bangsa pertama yang mendapatkan dakwah agung ini. Dari kalangan merekalah yang pertama dititahkan Tuhan untuk menebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru bumi biar semua insan menyembah Allah.

Banyak orang berpendapat, pemeluk agama sesat dan pemuja peradaban yang rusak akan sulit diobati alasannya yaitu mereka memandang baik kerusakan yang menjangkiti diri mereka, bahkan memanggakannya. Adapun fase pencarian akan lebih gampang mendapatkan kebodohan lantaran tidak akan membanggakan tamadun atau peradaban yang mereka sendiri belum mencapainya. Kelompok yang kedua ini tentu lebih gampang untuk diobati dan diarahkan.

Alasan terpilihnya tanah atau semenanjung Arab ini sama halnya dengan alasan terpilihnya Rasulullah yangummi alias tidak sanggup membaca dan menulis. Bagi Allah, demikian itu sanggup jadi biar insan tidak mewaspadai misi kenabian yang diemban Muhammad saw. Selain itu, Tuhan mengunci mati semua pintu keraguan terhadap keabsahan dakwah Rasulullah saw.

Hal lain yang turut melengkapi alasan Tuhan yang sedang dibicarakan ini, yaitu lingkungan tempat tinggal Rasul yang buta karakter itu memang seharusnya di lingkungan yang juga “buta huruf”, berbeda dengan semua bangsa yang ada di sekitarnya. Maksudnya, bangsa Arab kala itu yaitu bangsa yang belum “terkomentasi” peradaban yang ada di sekelilingnya. Pikiran mereka belum dicemari banyak sekali berbagai macam filsafat yang tidak terperinci ujung-pangkalnya.

Alasan lain lagi, menepis keraguan dari dada semua manusia. Tidaklah gampang untuk dipercaya, andaikata Nabi yang diutus Tuhan dari kalangan pandai yang menguasai kitab-kitab kuno, sejarah bangsa purba dan peradaban di sekitarnya. Di samping itu, Tuhan juga ingin menepis keraguan manusia, seandainya dakwah Islam lahir di tengah bangsa berperadaban tinggi dan mempunyai pemikiran filsafat yang sudah terbangun, semisal Persia, Yunani, atau Romawi. Jika itu terjadi, niscaya akan muncul banyak  “setan” yang menyangkal kenabian Muhammad saw. Mereka akan menuduhnya sebagai upaya eksperimental-kebudayaan atau sebagai salah satu pemikiran filsafat belaka.

Berkenaan denga alasan tersebut, telah diterangkan dengan tegas dalam Al-Qur’an:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَآِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن آَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta karakter seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan gotong royong mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Al-Jumu’ah 62: 2)

Alasan lain yang cukup konkrit

Pertama, Sebagaimana yang telah diketahui bersama, Tuhan menyebabkan Baitullah sebagai temapt berkumpul dan tempat yang kondusif bagi manusia. Selain itu, menjadikannya sebagai rumah pertama yang diabngun untuk manusia; sebagai tempat pelaksanaan ibadah dan membangun syi’ar Islam. Di tempat itu pulalah Tuhan jauh sebelumnya telah mengukuhkan dakwah bapak para nabi, Ibrahim as. Dengan segala bentuk keistimewaan itu, tempat yang penuh berkah ini memang layak menjadi pijakan bagi dakwah Islam yang merupakan lanjutan millah Ibrahim, menjadi tempat kelahiran dan diutusnya Nabi terakhir yang masih keturunan lagsung dari Nabi Ibrahim as.

Kedua, Jika ditinjau dari letak geografis Semenanjung Arab yang dipilih Tuhan sebagai tempat kelahiran dakwah agung ini, menyerupai yang telah disebutkan, tempat ini memang terletak tepat di tengah-tengah banyak sekali bangsa yang ada di sekitarnya.

Ketiga, Letak tana atau Semenanjung Arab yang strategis ini ikut mendukung penyebaran dakwah Islam ke tengah bangs-bangsa itu menjadi jauh lebih gampang dilakukan. Jika memperhatikan perjalanan dakwah Islam di tempat kelahirannya dan pada masa kepemimpinan para Khulafa ar-Rasyidin, Anda niscaya sanggup menlihat terperinci kebenaran pendapat ini.

Keempat, Allah telah berkehendak menyebabkan bahasa Arab sebagai dakwah Islam. Selain itu, Tuhan juga menyebabkan bahasa Arab sebagai alat pertama untuk “menerjemahkan” firman-Nya yang kemudian disampaikan pada kita.

Kelima, Kalau saja mau meneliti karakter banyak sekali macam bahasa yang ada di dunia, kita sanggup mengetahui bahwa bahasa Arab sedemikian istimewa dibandingkan bahasa-bahasa yang lain. Oleh lantaran itu, pantaslah ia dijadikan bahasa utama umat Islam yang tinggal di seluruh penjuru dunia.

Refrensi: Dr. Muhammad Ramdhan al-buthy,  Fiqh as-Sirah, hlm. 19-23

Sumber: http://islamindonesia01.blogspot.co.id

Related Posts :