Bahagia Itu Berbagi



















Leo Tolstoy (1828 - 1910)
Yang menjadi alasannya insan frustasi di dalam mencari senang ialah karena senang itu diambilnya untuk dirinya sendiri, bukan untuk bersama.

Padahal segala senang yang diborong untuk dirinya sendiri itu tidak sanggup tidak mesti mengganggu senang orang lain. 

Orang lain yang terganggu itu tidak pula mau berpangku tangan kalau ia tersinggung, ia akan mempertahankan diri. 

Oleh alasannya itu, bukan lagi "menuntut bahagia" itu memberi keuntungan, tetapi memberi kerugian bersama. 

Sebab itu pula nyatalah bahwa senang yang dituntut mestinya bukan buat diri sendiri, tetapi buat bersama, buat masyarakat, karena "Tangan Yang Mahakuasa yakni atas Jamaah". 

Dari alasannya senang dicari untuk bersama, dan segala insan rindu mencapainya, di sini timbullah persatuan keperluan dan persatuan keinginan, timbullah kecintaan di antara bersama dan kehendak bertolong-tolongan.

Maka senang raya itu tidaklah akan didapat di dalam hidup yang gelap, melainkan pada kehidupan yang penuh nur, penuh cahaya gemilang.

Hidup bercahaya dan berseri ialah hidup yang sudi mengorbankan kesenangan dan kebahagian diri sendiri untuk kesenangan dan kebahagiaan bersama, untuk menghilangkan segala permusuhan dan kebencian yang menempel di dalam jantung anak Adam, yang terbit karena hawa nafsu dan syahwat, yang semuanya itu penuh dengan lakon kesedihan dan sandiwara yang menyeramkan.

Hidup yang gilang gemilang itu ialah berkorban.
(HAMKA, Tasawuf Modern)

Sumber : Yopie Noor R

image: 
Gambar-gambar ini diambil di desa-desa "di pinggiran Jakarta, yang belum terjamah [oleh] kemajuan teknologi"
Photographer: Herman Damar
Camera: Canon EOS 550D
Taken: 2011