![]() |
Celana cingkrang |
Berdasarkan pengertian dari Hadis, Isbal ialah memanjangkan pakaian (sarung/ celana) di bawah mata kaki hingga menyentuh tanah. Hadis-hadisnya sangat banyak sekali, diantaranya:
ثلاث لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل إزاره والمنان الذى لا يعطى شيئًا إلا منة والمنفق سلعته بالحلف الكاذب (رواه مسلم رقم 106)
“Ada 3 orang yang tidak akan dilihat oleh Yang Mahakuasa di hari simpulan zaman dan tidak dibersihkan oleh Allah, serta mereka menerima adzab yang pedih yaitu orang yang melaksanakan Isbal (memanjangkan pakaiannya), orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang bersumpah palsu atas dagangannya” (HR Muslim No 106). Dan hadis:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ (رواه البخاري رقم 5787)
“Pakaian yang di bawah mata kaki maka ada di neraka” (HR Bukhari No 5787)
Namun hadis-hadis diatas masih umum, dan terdapat sekian banyak hadis yang mentakhsis (membatasi) keumumannya. Diantaranya:
لا ينظر الله إلى من جر ثوبه خيلاء (رواه مسلم رقم 2085)
“Allah tidak akan melihat seseorang di hari simpulan zaman yang memanjangkan pakaiannya (Isbal) secara sombong” (HR Bukhari No 5451 dan Muslim No 2085).
Ketika Rasulullah bersabda demikian, lalu Abu Bakar bertanya:
فقال أبو بكر إن أحد شقي ثوبي يسترخي إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم إنك لن تصنع ذلك خيلاء (رواه البخاري رقم 3465)
“Sesungguhnya salah satu sisi pakaian saya memanjang ke bawah kecuali kalau saya menjaganya? Rasulullah saw menjawab: “Kamu melaksanakan itu tidak lantaran sombong” (HR Bukhari No 3465).
Artinya Rasulullah memberi dispensasi bahwa kalau Isbal dilakukan tidak bertujuan sombong ialah diperbolehkan. Dengan demikian hukumnya Isbal tidak haram dan faktor keharamannya ialah “Sombong”. Maka mengangkat pakaian diatas mata kaki ialah sunah, bukan wajib. Penjelasan ini diulas oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 1/128.
Hadits-hadits di atas harus dilihat dari konteksnya, begitu pula dengan urutan dari sabda Nabi Saw. tersebut. Dengan terang Nabi Saw. menyebutkan kata lantaran sombong bagi orang-orang yang memanjangkan bajunya. Hal ini berarti bahwa larangan itu bukan semata-mata pada model pakaian yang memanjang hingga menyentuh ke tanah, tetapi sangat terkait dengan sifat sombong yang mengiringinya.
Sifat inilah yang menjadi alasan utama dari pelarangan tersebut. Dan sudah maklum apapun model baju yang dikenakan sanggup menjadi haram manakala disertai sifat sombong, merendahkan orang lain yang tidak mempunyai baju serupa. Al-Syaukani menjelaskan, ”Yang menjadi pola ialah sifat sombong itu sendiri. Memanjangkan pakaian tanpa disertai rasa sombong tidak masuk pada bahaya ini.” Imam al-Buwaithi menyampaikan dalam mukhtasharnya yang ia kutip dari Imam al-Syafi’i, ”Tidak boleh memanjangkan kain dalam shalat maupun di luar shalat bagi orang-orang yang sombong. Dan bagi orang yang tidak sombong maka ada dispensasi menurut sabda Nabi kepada Abu Bakar ra”(Nailul Awthar, juz II hal 112) Imam Ahmad bin Hanbal dalam salah satu riwayat berkata, ”Memanjangkan pakaian dalam shalat hukumnya boleh kalau tidak disertai rasa sombong” (Kasysyaf al-Qina`, juz I hal 276)
Oleh lantaran itu, memanjangkan baju bagi orang yang tidak sombong tidak dilarang. Boleh-boleh saja sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah kepada sahabat Abu Bakar RA. Sedangkan aturan haram hanya berlaku bagi mereka mengenakan busana dengan tujuan kesombongan, walaupun tanpa memanjangkan kain. Karena realitas dikala ini kesombongan itu tidak hanya sanggup terjadi kepada mereka yang mamakai baju panjang menjuntai, tetapi juga mereka yang menggunakan gaun mini. Mereka merasa apa yang dipakai ialah gaun yang berkelas, sehingga meremehkan orang lain. Dan inilah hakikat pelarangan tersebut.
Dari sisi lain, mengartikan hadits ini hanya dengan celana cingkrang ialah tidak sempurna lantaran Nabi menyebut hadits itu dengan kata pakaian (tsaub), sementara pakaian tidak hanya celana tetapi juga baju, surban, kerudung dan lainnya. Itulah sebabnya ulama menyatakan bahwa keharaman itu berlaku umum kepada semua jenis pakaian. Ukurannya ialah ketika baju itu dibentuk dan dikenakan melebihi ukuran biasa. Dalam Syari’at, demikian ini disebut isbal. Isbal ialah menjuntaikan pakaian hingga ke bawah. Memanjangkan lengan tangan gamis ialah perbuatan yang dihentikan lantaran termasuk isbal yang dihentikan dalam hadits. Bahkan Qadhi Iyadh yang menyatakan ”Makruh hukumnya menggunakan semua pakaian yang ukurannya melebihi ukuran yang biasa, baik luas atau panjangnya” (Nailul Awthar, juz II hal 114)
Dari sinilah, maka larangan isbal seharusnya tidak hanya berlaku untuk celana, tetapi semua jenis busana kalau di dalam mengenakannya disertai dengan rasa sombong, itu diharamkan. Begitu pula dengan memanjangkan kerudung ialah hal terlarang kalau disertai perilaku sombong, apalagi merasa dirinya paling beragama. Dengan demikian pakaian yang sudah biasa dikenakan kebanyakan umat islam dikala ini baik berupa sarung maupun celana (bagi laki-laki) hingga di bawah mata kaki namun tidak menjuntai ke tanah tidak termasuk yang dihentikan oleh agama menurut beberapa klarifikasi para ulama di atas.