Inilah Kisah Yang Membuktikan Bahwa Islam Mencintai Kedamaian

Inilah Kisah Yang Membuktikan Bahwa Islam Mencintai Kedamaian. Suatu ketika , Umar sedang duduk di bawah pohon kurma erat Masjid Nabawi. Yang mana Di sekelilingnya , para sobat sedang mendiskusikan sesuatu. Kemudian Tiba-tiba datanglah tiga orang pemuda. Dua cowok memegangi seorang cowok lusuh yang diapit oleh mereka. Ketika sudah berhadapan dengan Umar , kedua cowok yang ternyata kakak beradik itu berkata :
"Tegakkanlah keadilan untuk kami , wahai Amirul Mukminin!"
"Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan cowok ini !".
Umar segera bangun dan berkata :
"Bertakwalah kepada Tuhan , benarkah engkau membunuh ayah mereka , wahai anak muda?"
Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata :
"Benar , wahai Amirul Mukminin."
"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya." , tukas Umar.
Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya :
"Aku datang dari pedalaman yang jauh , kaumku mempercayakan gue untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya gue di kota ini , kemudian ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan beliau (unta). Begitu kembali , gue sangat terkejut melihat seorang laki-laki bau tanah sedang menyembelih untaku , rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki bau tanah itu. Sungguh , gue sangat marah , segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki bau tanah tadi). Ternyata ia ialah ayah dari kedua cowok ini."
"Wahai , Amirul Mukminin , kau telah mendengar ceritanya , kami mampu mendatangkan saksi untuk itu." , sambung cowok yang ayahnya terbunuh. "Tegakkanlah had Tuhan atasnya!" timpal yang lain.
Umar tertegun dan bimbang mendengar dongeng si cowok lusuh.
"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini cowok shaleh lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian alasannya khilaf kemarahan sesaat" , ujarnya.
"Izinkan gue , meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas maut ayahmu" , lanjut Umar.
"Maaf Amirul Mukminin ," sergah kedua cowok masih dengan mata marah menyala ,
"Kami sangat menyayangi ayah kami , dan kami tidak akan ridha jikalau jiwa belum dibalas dengan jiwa".
Umar semakin bimbang , di hatinya telah tumbuh simpati kepada si cowok lusuh yang dinilainya amanah , jujur , dan bertanggung jawab.
Tiba-tiba si cowok lusuh berkata :
"Wahai Amirul Mukminin , tegakkanlah hukum Tuhan , laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah" , ujarnya dengan tegas.
"Namun , izinkan gue menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah gue waktu tiga hari. Aku akan kembali untuk diqishash".
"Mana mampu begitu?" , ujar kedua cowok yang ayahnya terbunuh.
"Nak , tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?" , tanya Umar.
"Sayangnya tidak ada , Amirul Mukminin".
"Bagaimana pendapatmu jikalau gue mati membawa hutang pertanggung tanggapan kaumku bersamaku?" , cowok lusuh balik bertanya kepada Umar.
"Baik , gue akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu , biar kau kembali untuk menepati janji." kata Umar.
"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Tuhan , hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman" , rajuknya.
Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar bunyi lantang :
"Jadikan gue penjaminnya , wahai Amirul Mukminin".
Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.
"Salman?" bentak Umar marah.
"Kau belum mengenal cowok ini , Demi Tuhan , jangan main-main dengan urusan ini".
"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya , yaa , Umar. Dan gue mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya" , jawab Salman tenang.
Akhirnya dengan berat hati , Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si cowok lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.

Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si cowok lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si cowok akan kembali. Karena mudah saja jikalau si cowok itu menghilang ke negeri yang jauh.

Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si cowok , dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman , salah satu sobat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.

Matahari hampir karam , hari mulai berakhir , orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si cowok lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menyampaikan kegelisahannya. Kedua cowok yang menjadi penggugat kecewa alasannya keingkaran kesepakatan si cowok lusuh.

Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju kawasan eksekusi. Hadirin mulai terisak , alasannya menyaksikan orang jago ibarat Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok , jatuh , bangun , kembali jatuh , lalu bangun kembali.
”Itu dia!” teriak Umar.
“Dia datang menepati janjinya!”.
Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal , si cowok itu ambruk di pangkuan Umar.
”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. gue , wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah ,
“Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”.
”Kupacu... tungganganku... tanpa henti , hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu gue berlari dari sana..”
”Demi Allah” , ujar Umar menenanginya dan memberinya minum ,
“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau mampu saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.
”Aku kembali biar jangan hingga ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si cowok lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca , sambil menahan haru , lalu ia bertanya :
“Lalu kau , Salman , mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang gres saja kau kenal?"
Kemudian Salman menjawab :
" Agar jangan hingga dikatakan , dikalangan Muslimin , tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.
Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
”Allahu Akbar!” , Tiba-tiba kedua cowok penggugat berteriak.
“Saksikanlah wahai kaum Muslimin , bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.
Semua orang tersentak kaget.
“Kalian...” ujar Umar.
“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.
Kemudian dua cowok menjawab dengan membahana :
”Agar jangan hingga dikatakan , di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.
”Allahu Akbar!” teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia , haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah... , saya besar hati menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan al islam dengan membuatkan pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya.
Allahu Akbar ...

Dikutip dari Facebook