Menghidupkan Malam Ramadhan


BAGAIMANA MENGHIDUPKAN RAMADHAN?

Di antara amalan mulia di bulan ramadhan yaitu shalat tarawih, tilawatul Qur’an, dan shadaqah. Marilah kita melihat bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam mengerjakan semua itu supaya kita bisa mengikutinya dengan baik sehingga ramadhan tahun ini lebik bermakna dari sebelumnya.


A. SHALAT TARAWIH

Shalat tarawih tidak absurd lagi bagi kita di setiap bulan ramadhan, namun masih banyak di antara kita yang belum mengetahui bagaimana hakekat bahwasanya dari shalat tarawih ini, marilah kita mengkaji lebih lanjut perihal shalat tarawih dan beberapa hal yang berkaitan dengannya supaya kita bisa mengamalkannya dengan lebih benar sesuai dengan sunnah.

·        Definisi Tarawih
Tarawih yaitu shalat malam yang dikerjakan di bulan ramadhan. Di dalam bahasa arab tarawih artinya beristirahat, lantaran pada zaman salafus shalih mereka mengerjakan  shalat malam di bulan ramadhan dengan bacaan yang panjang dan dalam waktu yang lama, mereka membaca ratusan ayat yang panjang, hal ini menyebabkan sebagian di antara mereka bersandar kepada tongkatnya,  sehingga mereka memerlukan istirahat di antara setiap empat raka’at, maka setelah itu dinamakan tarawih.

·        Keutamaan Shalat Malam
Sudah kita ketahui bahwa shalat malam yang dikerjakan di luar ataupun di dalam bulan ramadhan, mempunyai keutamaan yang sangat banyak. Di antara keutamaannya adalah:
1. Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala memuji orang yang mengerjakan shalat malam. Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala berfirman:
 ) وَالَّذِيْنَ يَبِيْتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (
“Dan mereka pada malam hari kepada Rabb mereka dalam keadaan sujud dan berdiri”. (QS. Al Furqan: 64).
2. Shalat malam yaitu shalat yang paling mulia setelah shalat fardhu. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Shalat yang paling mulia setelah shalat fardhu yaitu shalat malam”. (HR. Muslim).
3. Shalat malam merupakan salah satu lantaran untuk masuk surga. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

“Wahai manusia, sebarkanlah salam dan berikanlah makan, sambunglah tali persaudaraan, dan shalatlah pada waktu malam sedangkan orang lain tidur, pasti kalian akan masuk nirwana dengan selamat”. (HR. At Tirmidzi).

·        Keutamaan Shalat Tarawih
Tarawih termasuk qiyam ramadhan yang mana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang qiyam (shalat malam) pada bulan ramadhan lantaran keyakinan dan ihtisab maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. )Muttafaqun ‘Alaih(.
Yang dimaksud dari dosa-dosanya yang kemudian yaitu dosa-dosa kecil, lantaran dosa besar tidak akan diampuni kecuali disertai dengan taubat. Jadi, barangsiapa yang mengerjakan shalat tarawih dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah kemudian dengan dua syarat:
1.     Iman yaitu beriman dan meyakini kepada pahala yang telah disiapkan oleh Allah  Azza wajalla bagi orang yang mengerjakannya.
2.     Ihtisab yaitu hanya mencari pahala dan jawaban dari Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala, bukan lantaran riya’ atau lantaran tujuan yang lain.
Lebih ditekankan lagi, untuk mengerjakan shalat tarawih pada sepuluh malam yang terakhir dalam rangka untuk mendapatkam malam lailatul qadar. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat pada malam lailatul qadar lantaran keyakinan dan ihtisab maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Muttafaqun ‘Alaih.

·        Waktu ٍShalat Tarawih
Waktu shalat tarawih sama menyerupai waktu shalat malam, yaitu dimulai setelah shalat isya’ sampai sebelum subuh. Boleh dikerjakan pada awal malam atau akhirnya. Shalat yang dikerjakan pada final malam lebih utama daripada awalnya, hal ini lantaran keutamaan waktu sepertiga malam terakhir, yang mana pada waktu tersebut Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala turun ke langit dunia, Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala berfirman: “siapakah yang berdo’a kepadaKu pasti Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepadaKu maka akan Aku beri, barangsiapa yang memohon ampun kepadaKu maka Aku akan berikan ampunan kepadanya” (Muttafaqun ‘Alaih). Maka dari itu marilah kita sama-sama untuk mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan ihtisab.

·        Kaifiyat Shalat Tarawih
Shalat tarawih disyari’atkan dengan berjama’ah, sehingga berjama’ah lebih utama daripada sendirian, hal ini khusus di bulan ramadhan. Maka dari itu, tidak disyari’atkan untuk shalat malam dengan selalu berjama’ah terus menerus di luar ramadhan, dan hal ini termasuk bid’ah, lantaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan para sahabatnya tidak mengerjakan shalat malam dengan berjama’ah terus menerus, kalau perkara ini baik tentu mereka telah mengerjakannya. Namun, diperbolehkan shalat malam secara berjama’ah kadang kala dengan catatan tidak menjadi kebiasaan, lantaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam  beliau pernah berjama’ah saat shalat malam dengan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, suatu saat dengan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dan pada waktu yang lain bersama Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu.
Shalat malam pada awal waktu dengan berjama’ah itu lebih baik daripada dikerjakan sendirian pada final malam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yaitu orang yang pertama kali mengerjakannya dengan berjama’ah di masjid, kemudian dia meninggalkannya lantaran khawatir hal itu akan difardhukan atas umatnya. Dari ‘Aisyah, Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam pada suatu malam ramadhan dia shalat di masjid kemudian diikuti oleh para sahabatnya, kemudian dia mengerjakannya pada malam berikutnya sehingga para sobat menjadi banyak. Kemudian mereka berkumpul pada malam yang ketiga atau keempat namun dia tidak keluar, ketika  pagi hari, dia shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ.
“Aku telah mengetahui apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar bersama kalian kecuali saya khawatir bahwa (shalat tarawih) tersebut akan di fardhukan kepada kalian”. Muttafaqun ‘Alaih. ‘Aisyah berkata: Hal itu di bulan ramadhan.
Disunnahkan untuk shalat bersama imam sampai selesai supaya mendapat pahala shalat malam semalam penuh. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامِ لَيْلَةٍ

“Barangsiapa shalat malam bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya (pahala) shalat semalam penuh”. (HR. Ahlus Sunan).

·        Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih
Yang sunnah di dalam shalat tarawih yaitu sebelas raka’at, salam setiap dua raka’at. Diriwayatkan dari ‘Aisyah, sesungguhnya dia ditanya: “bagaimana shalat Nabi dibulan ramadhan?”  Dia menjawab:

مَا كَانَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Beliau tidak pernah menambahkan di bulan ramadhan dan juga selainnya dari sebelas raka’at. (Muttafaqun ‘Alaih).
Dari As Saib Bin Yazid radhiallahu ‘anhu , dia berkata: Umar Bin Khathab radhiallahu ‘anhu memerintahkan Ubay Bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu dan Tamim Ad Dari radhiallahu ‘anhu untuk shalat bersama sobat sebelas raka’at”. (HR. Malik dalam Muwath-tha’).
Atau bisa dikerjakan dengan tiga belas rakaat. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “adalah shalat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tiga belas raka’at yakni pada waktu malam.” (HR. Bukhari).  Yaitu salam setiap dua raka’at.
Adapun menambah jumlah rakaat lebih dari sebelas raka’at hukumnya boleh, lantaran suatu saat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam ditanya oleh seseorang perihal shalat malam, dia shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab:

مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ فَلْيُوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ

“Dua raka’at dua raka’at, kalau salah seorang di antara kalian takut akan datangnya waktu subuh, hendaknya dia shalat satu raka’at sebagai witir dari shalatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah raka’atnya tidak dibatasi, lantaran Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tidak membatasi jumlah raka’at dalam jawaban beliau, padahal hal itu sangat diperlukan oleh orang yang bertanya. Namun, sebaiknya kita mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yaitu shalat tarawih dengan sebelas raka’at dengan penuh khusyu’, khidmat, dan dengan memanjangkan bacaan. Hal ini berbeda dengan kebiasaan kaum muslimin pada zaman sekarang, mereka selalu terburu-buru didalam shalat tarawih sehingga tidak tuma’ninah dalam bacaannya terlebih didalam ruku’ dan sujudnya.
Diperbolehkan bagi kaum perempuan untuk menghadiri shalat tarawih di masjid, kalau kondusif dari fitnah, dan kedatangan perempuan tidak membawa fitnah bagi kaum lelaki. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

لاَ تَمْنَعُوْا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ

“Janganlah kalian melarang wanita-wanita hamba Yang Mahakuasa dari mendatangi masjid-masjid Allah”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Namun wajib bagi kaum perempuan untuk menjaga dirinya dengan hijab,  tidak berdandan, tidak mengenakan minyak wangi, serta tidak menampakkan komplemen tubuhnya.

B. TILAWATUL QUR’AN DAN SHADAQAH

Bulan ramadhan yaitu bulan Al Qur’an dan shadaqah. Di dalam Hadits Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسَهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ
“Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam orang yang paling dermawan, dan dia lebih gemar memberi lagi saat ramadhan, saat bertemu dengan Jibril, dahulu Jibril bertemu dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam pada setiap malam di bulan ramadhan mengajarinya Al Qur’an. Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam ketika bertemu dengan Jibril lebih cepat dalam berbuat kebaikan daripada angin yang ditiup”.
Di dalam hadits di atas kita bisa mengambil beberapa pelajaran:
1.     Anjuran untuk shadaqah dan membaca Al Qur’an di bulan ramadhan, sebagaimana hal ini dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
2.     Dahulu kaum salaf sangat bersemangat dalam membaca Al Qur’an di bulan ramadhan. Ketika masuk bulan ramadhan, Imam Az Zuhri berkata: “ini yaitu bulan untuk membaca Al Qur’an dan memberi makan kepada orang lain.”         Demikian juga Al Aswad mengkhatamkan Al Qur’an setiap dua malam sekali, dan pada final ramadhan dia mengkhatamkan semalam sekali. Dahulu Imam Syafi’i mengkhatamkan Al Qur’an enampuluh kali dalam bulan ramadhan yang dibaca di luar shalat. 
3.     Dianjurkan untuk membaca Al Qur’an di bulan ramadhan terlebih pada waktu malam hari, lantaran Jibril mengajarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam pada waktu malam hari, dan malam hari lebih hening dan lebih khusyu’ di dalam tadabbur (menghayati) ayat-ayat Al Qur’an.
4.     Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yaitu orang yang sangat pemurah, dia memperlihatkan hartanya kepada orang lain yang membutuhkan dan dia nafkahkan di jalan Yang Mahakuasa subhanahu wata’ala, dia berikan juga kepada orang-orang yang gres masuk islam, dia lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Padahal dia hidup dengan sangat sederhana, satu atau dua bulan tidak ada api yang mengepul dari dapurnya, dan dia pernah mengganjal perutnya dengan watu lantaran lapar. Wa Akhiru da’wana Anil hamdu lillahi Rabbil ‘Alamin.

Sumber http://abu-riyadl.blogspot.com