Kakek Usia 80 Tahun Kerja Jasa Servis Payung

Sosoknya ringkih, tubuhnya sedikit membungkuk seraya membawa rongsokan beberapa payung. Di tengah teriknya sang surya, Aki Uhro tampak berjalan sedikit tertatih menyusuri beberapa jalan protokol. Meskipun demikian, laki-laki berusia senja ini tampak tegar menjajakan jasanya di tengah deru debu perkotaan yang semakin menyesakan.

Bagi Aki Uhro, mencari rizki halal yaitu wajib selama hayat masih di kandung badan. Di usianya yang kian renta, ia tetap semangat mencari nafkah halal untuk sekedar mempertahankan hidupnya di hari tua. Baginya pantang untuk mengalah pada kenyataan getirnya hidup. Dengan sisa-sisa tenaganya ia berupaya meraih rupiah, walau kesudahannya hanya cukup untuk sesuap nasi.

"Alhamdulillah, ada saja rizki itu jikalau kita mau berupaya. Kalau tidak berususah payah dan berusaha, ya Aki sama Nini di rumah mungkin gak sanggup makan,” tuturnya, lirih.

Aki (78), yang mengaku warga Desa Salam Nunggal, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat ini telah menekuni perjuangan jasa servis payungnya puluhan tahun lamanya. Bahkan, ia mengaku lupa lagi semenjak kapan memulai usahanya ini. Saat dijumpai, Aki Uhroia tengah beristirahat di trotoar daerah Garut Kota.

"Aki lupa lagi tahunnya, kapan memulai nyervis payung ini. Maklum usia aki kini sudah hampir 80 tahun,” ungkapnya, seraya melempar senyum tulusnya.

Untuk menjajakan jasa servis payung ini, setiap harinya ia harus berjalan puluhan kilo meter dari kampung halamannya, seraya menwarkan jasanya dari rumah ke rumah. Untuk dilema harga jasa servisnya, ia sama sekali tidak mematok harga. Nilai rupiah yang dipatok tergantung dari kerusakan payungnya saja. Upah jasa sevisnya ini diakuinya paling tinggi hanya Rp 20 ribu.

"Kalau ongkos servis, ya tergantung kerusakan payungnya. Paling mahal 20 ribuan,” tuturnya, sambil menyeka keringat di dahinya yang tampak legam dan keriput.

Peghasilan dari menjual jasanya ini memang tak seberapa. Aki yang kebetulan tidak dikarunia anak ini mengakui, pendapatanya sebagai tukang servis payung dirasakannya mulai sepi peminat. Dalam sehari ia mengaku paling banter mendapat hasil Rp 25 ribu saja. Bahkan tak jarang ia harus pulang dengan tangan hampa, padahal ia sudah berkeliling bermandi keringat dengan sisa-sisa tenaganya yang mulai rapuh.

Jasa sevis payung yang ditekuninya memang sudah langka, bahkan sanggup dibilang hampir punah. Adapun yang tetap bertahan menjalani profesi ini hanya beberapa gelintir saja. Dan Aki yaitu salah satunya yang masih bertahan dengan segala keterbatasan dan kebersahajaannya. Perjuangan hidup yang ditunjukan Aki Ukho ini sangat layak diapresiasi dan diberikan penghargaan oleh siapapun yang peduli akan nasib anak bangsa.