Meluruskan Sejarah Perayaan Maulid Nabi Pertama Kali

Setiap tahunnya, umat Islam di banyak sekali belahan dunia tidak pernah mangkir dari perayaan Maulid Nabi SAW. Bahkan, perayaan ini seakan sudah menjadi sebuah moral tersendiri di banyak sekali belahan bumi. Momen hari kelahiran Nabi SAW. yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal dipergunakan oleh umat Islam untuk semakin meningkatkan kecintaan kepada beliau. Perayaan yang selalu diselenggarakan setiap tahunnya ini telah menjadi pembicaraan menarik sepanjang abad. Akan tetapi, ada sebagian kelompok yang beropini bahwa merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. yakni bid’ah sayyi’ah (buruk) dan hukumnya haram. Oleh lantaran itu dalam goresan pena singkat ini, penulis ingin menjelaskan perihal aturan merayakan Maulid Nabi SAW. berdasarkan syariat dan dalil-dalil beserta pendapat sebagian ulama mengenainya. Pengertian Maulid Kata “maulid” secara bahasa berarti waktu kelahiran. Dalam kitab Lisanul Arab[1] karya Ibnu Mandhûr disebutkan bahwa kata maulid bermakna: “Maulid al-rajul: wilâdatuhu.” Jadi, yang dimaksud dengan kata maulid yakni waktu kelahiran seseorang. Adapun pengertiannya secara istilah yakni sebuah perkumpulan yang di dalamnya terdapat pembacaan ayat Al-Quran dan sirah Nabi SAW., serta boleh juga ditambahkan dengan menghidangkan masakan bagi para hadirin. Dan perbuatan semacam ini tergolong dalam amalan bid’ah hasanah[2]yang menerima pahala lantaran bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad SAW. dan menampakkan kegembiraan atas kelahiran beliau.[3] Sejarah Awal Mula Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Jika kita berbicara perihal sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW. maka orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi yakni Shahibul Maulid (pemiliknya sendiri) yaitu Nabi Muhammad SAW., sebagaimana keterangan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Ketika Nabi SAW. ditanya perihal puasa hari Senin, dia menjawab: “Hari Senin yakni hari kelahiranku.” Hadis ini yakni dalil yang paling berpengaruh dalam legalitas perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.. Setelah itu, dalam perkembangannya, perayaan Maulid Nabi SAW. dirayakan secara meriah untuk pertama kalinya pada masa penguasa kawasan Irbil, yaitu Raja Mudzaffar Abu Said Kaukabry bin Zainuddin Ali bin Baktakin. Ia yakni seorang raja yang sangat dermawan. Ibnu Katsir dalam “tarikh”-nya menyampaikan bahwa Raja Mudzaffar yakni seorang hero pemberani serta pintar dan cerdik. Yusuf bin Qaz (cucu Abu Farj Ibnul Jauzi) dalam kitabnya “Mir’ah al-Zaman” menceritakan sebenarnya dalam setiap perayaan Maulid Nabi SAW., Raja Mudzaffar menyediakan hidangan 5000 potong kepala kambing bakar, 10.000 potong ayam, 100 kuda, 100.000 zabady, dan 30.000 piring yang berisi manisan. Dan yang menghadiri perayaan maulid kala itu yakni para pembesar ulama dan tokoh sufi. Dalam perayaan maulid setiap tahunnya Sang Raja mengeluarkan biaya sekitar 300.000 dinar. Ia juga menyediakan tempat tinggal khusus bagi para tamu yang tiba dari penjuru dunia dengan total dana operasional sekitar 100.000 dinar setiap tahunnya. Ia juga mengucurkan dana untuk perawatan dan kemakmuran Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah serta pengairan di Hijaz sekitar 30.000 dinar setiap tahunnya. Seluruh dana yang ia keluarkan ini belum termasuk sedekah-sedekahnya di sektor lainnya. Istri Sang Raja yang berjulukan Rabi’ah Khatun binti Ayyub (saudari Panglima Besar Islam Shalahuddin al-Ayyubi) pernah menceritakan mengenai suaminya, bahwa ia (raja) hanya berpakaian yang terbuat dari kain katun yang harganya tidak hingga 5 dirham. Istrinya pernah mencela hal itu, dan Sang Raja menjawab: “Aku berpakaian dengan pakaian seharga kurang dari 5 dirham dan menyedekahkan sisa uangnya lebih baik daripada saya berpakaian yang mahal dengan menterlantarkan orang fakir dan miskin.” Ibnu Khalikan dikala menulis biografi al-Hafiz Abu Khattab Ibnu Dihyah berkata: “Ia (Ibnu Dihyah) yakni termasuk pembesar pada ulama yang melanglang buana, pergi ke Maghrib (Maroko), Syam (Suriah), Irak, dan kemudian menetap di Irbil tahun 604 H.. Di sana ia mendapati raja kawasan itu (Raja Mudzaffar) sedang merayakan Maulid Nabi, lantas ia pun menulis kitab “Al-Tanwîr fî Maulid al-Basyîr al-Nadzîr” dan membacanya di hadapan Sang Raja. Lantas Sang Raja memberinya hadiah sebesar 1000 dinar atas hal itu.[4] Terkait tuduhan bahwa Perayaan Maulid Nabi pertama kali diadakan pada masa Dinasti Fathimiyah (Syiah), Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki berkata: “Dan tidak perlu memperdulikan ucapan seseorang yang menyampaikan bahwa yang pertama kali merayakan Maulid Nabi yakni al-Fathimiyun lantaran hal ini sanggup jadi lantaran suatu kebodohan atau akal-akalan tidak tahu kebenaran.”[5] Dalil dalam Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalil Al Alquran Surat Yunus ayat 58 قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون “Katakanlah: ‘Dengan karunia Tuhan dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Tuhan dan rahmat-Nya itu yakni lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58) Dalam ayat tersebut, Ibnu Abbas r.a. menafsirkan bahwa karunia dan rahmat Tuhan itu yakni Nabi Muhammad SAW.. Dengan ayat tersebut, Tuhan menganjurkan umat Islam untuk bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.. Imam Suyuthi menukil tafsiran ayat tersebut dari Ibnu Abbas r.a.: Karunia Tuhan dan rahmat-Nya yakni Nabi Muhammad SAW..[6] Dalil Sunnah وعن أبي قتادة : أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الاثنين فقال : ذلك يوم ولدت فيه، وأنزل علي فيه. “Dari Abu Qatadah, sesungguhnya Nabi SAW. ditanya perihal puasa hari Senin, lantas dia menjawab: “Hari Senin itu yakni hari dimana saya dilahirkan, dan hari dimana saya diutus (sebagai Rasul).” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud) Hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. berpuasa pada hari Senin untuk bersyukur kepada Tuhan SWT.. Hal ini memperlihatkan pesan tersirat kepada umat Islam bahwa kalau Rasulullah SAW. bersyukur atas kelahirannya, maka sepantasnya kaum muslimin juga bersyukur atas hal itu, baik dilakukan dengan cara berpuasa, membaca Al-Quran, membaca sirah Nabi SAW., bersedekah, maupun melaksanakan perbuatan baik lainnya. Dan hadis di atas juga sanggup dijadikan dalil bahwa orang pertama yang merayakan Maulid yakni Nabi Muhammad SAW. sendiri. (bersambung) Oleh: Ust. Fawwas Khan; Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir [1] Ibnu al-Mandzur, Lisân al-‘Arab (Kairo: Dar al-Hadis), vol. 9, hal. 398 [2] Segala sesuatu yang terpuji yang diada-adakan sehabis zaman Rasulullah SAW.. [3] Jalaluddin, al-Suyuthy, Husnul al-Maqshid fi ‘Amalil Maulid, hal. 41 [4] Ibnu Khalikan, Waffiyah al- A’yân, vol. 2, hal. 420, 421 [5] Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki,Dhiya’utthullab. [6] Jalaluddin, al-Suyuthy, al-Durr al-Mantsur, vol. 2, hal. 308. Sumber: ruwaq azhar via suara-nu.com

Related Posts :