Kisah Ali bin Abi Thalib Sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib yakni saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib , ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Makara Ali bin Abi Thalib yakni saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dijuluki Abu Hasan dan Abu Turab.
Ketika kecil dia hidup dan diasuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , karena ayahnya terlalu banyak beban dan peran yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi , sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya , Abu Thalib yang telah mengasuh dia ketika dia tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya , Abdul Muththalib.
Ali bin Abi Thalib Memeluk Agama Islam
Sebagian hebat sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yakni orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha , di mana usia dia ketika itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini yakni suatu kehormatan dan kemuliaan bagi dia , di mana dia hidup bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan dia yakni orang pertama yang melaksanakan shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).
Kepribadian Ali bin Abi Thalib
Beliau yakni sosok yang memiliki badan yang kekar dan lebar , padat berisi dengan postur badan yang tidak tinggi , perut besar , warna kulit sawo matang , berjenggot tebal berwarna putih menyerupai kapas , kedua matanya sangat tajam , murah senyum , berwajah ganteng , dan memiliki gigi yang cantik , dan bila berjalan sangat cepat.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yakni sosok insan yang hidup zuhud dan sederhana , memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian dia berbentuk sarung yang tersimpul di atas sentra dan menggantung hingga setengah betis , dan pada bab atas badan dia yakni rida’ (selendang) dan bahkan pakaian bab atas dia bertambal. Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.
Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar , menyuruh para pedagang bertakwa kepada Tuhan dan menjual dengan cara yang ma`ruf. Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dikarunia dua orang putra , yaitu al-Hasan dan al-Husain.Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yakni sosok pejuang yang pemberani dan heroik , pantang mundur , tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran.
Keberanian Ali bin Abi Thalib
- Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada ketika rumah dia dikepung di malam hari oleh sekelompok cowok dari aneka macam utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi , Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di kawasan tidur dia dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , dengan penuh tawakal kepada Tuhan Ta’ala. Keesokan harinya , Ali disuruh menunjukkan eksistensi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , namun dia menjawab tidak tahu , karena dia hanya disuruh untuk tidur di kawasan tidurnya. Lalu dia disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ dia ditahan beberapa ketika , lalu dilepas.
- Beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian , menempuh jarak yang sangat jauh tanpa ganjal kaki , sehingga kedua kakinya nanah dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.
- Ali bin Abi Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , selain perang Tabuk , karena ketika itu dia ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut dia sering kali ditugasi melaksanakan perang tanding (duel) sebelum peperangan sebenarnya dimulai. Dan semua musuh dia berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan dia juga menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keistimewaan Ali bin Abi Thalib
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas , masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya :
- Ali yakni insan yang benar-benar dicintai Tuhan dan RasulNya. Pada waktu perang Khaibar , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda , “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Tuhan menawarkan kemenangan melalui dia , dia mencintai Tuhan dan RasulNya , dan dia dicintai Tuhan dan RasulNya.” Maka pada malam harinya , para sobat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sobat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , masing-masing berharap diserahi bendera. Namun dia bersabda , “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab , “Matanya sakit , ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit. Lalu dia menawarkan bendera kepadanya. Ali berkata , “Ya Rasulullah , gua memerangi mereka hingga mereka menjadi menyerupai kita.” Beliau menjawab , “Majulah dengan damai hingga kau tiba di kawasan mereka , kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Tuhan yang wajib mereka tunaikan. Demi Tuhan , sekiranya Tuhan menawarkan hidayah kepada seorang insan melalui dirimu , sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim , no. 2406).
- Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya , sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali biar menjaga Madinah , Ali merasa keberatan sehingga mengatakan , “Apakah engkau meninggalkan gua bersama kaum perempuan dan anak-anak?” Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda , “Apakah engkau tidak ridha jikalau kedudukanmu di sisiku menyerupai kedudukan Harun di sisi Musa , hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- Beliau juga yakni salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita besar hati sebagai penghuni surga) , sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu , “bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya , kecuali orang munafik.” (HR. Muslim).
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu , “Engkau yakni bab dariku dan gua yakni bab darimu.” (HR. al-Bukhari).
- Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan aneka macam duduk perkara yang sangat rumit sekalipun , dan dia juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah , jilid I , halaman 283).
Ali bin Abi Thalib Diangkat Menjadi Khalifah
Ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat , situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam , dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melaksanakan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga , Uts-man bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit , yaitu :
- Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
- Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan , yang kemudian melahirkan perang saudara , perang Jamal dan Shiffin.
- Kaum Khawarij yang dahulunya yakni para pendukung dan pembela dia kemudian berbalik memerangi beliau.
Namun dengan kearifan dan kejeniusan dia dalam menyikapi aneka macam situasi dan mengambil keputusan , dia dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim) , sekalipun umat Islam pada ketika itu masih belum bersatu secara penuh.
Wafatnya Ali bin Abi Thalib
Abdurrahman bin Muljam , salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib , karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah , yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melaksanakan makar bersama dua orang rekannya yang lain , yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi , untuk menghabisi Ali , Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash , karena dia anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.
Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash , sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedangnya di kepala Amirul Mukminin , Ali bin Abi Thalib , pada dini hari Jum’at , 17 Ramadhan , tahun 40 H. dan dia wafat keesokan hari-nya.
Sumber :
- Al-Bidayah wan Nihayah , Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir.
- Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah -Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi.