Setiap orang ketika melakukan suatu pekerjaan, biasanya memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai dengannya. Bahkan Syari’at Islam menjadikan tujuan suatu perbuatan dan ucapan, sebagai tolok ukur bagi mutu keislaman seseorang. Bila tujuan suatu perbuatan adalah baik, dan berguna bagi pelakunya, maka itu merupakan pertanda bahwa keislaman pelakunya baik pula. Dan sebaliknya bila tujuan suatu perbuatan atau ucapan buruk atau bahkan pelkunya ketika melakukan hal tersebut tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai darinya, maka ini pertanda bahwa mutu keislamannya kurang baik.
Oleh karenanya, tidak mengherankan bila Islam melalui syari’at pernikahan mengajarkan umatnya agar menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan mulia nan agung. Tujuan yang berguna bagi orang yang menikah, keluarga, masyarakat bahkan agamanya, baik di dunia ataupun di akhirat. Karena terlalu banyaknya tujuan pernikahan, sampai-sampai Allah Ta’ala menjadikannya sebagai salah satu pertanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan-Nya. Berangkat dari hal ini, alangkah perlunya bagi setiap muslim untuk mengkaji dan mengetahui tujuan pernikahan dalam islam, agar kemudian kita berjuang mewujudkannya. Dan berikut akan saya sebutkan beberapa tujuan utama pernikahan dalam islam:
Tujuan pertama: Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan sesuatu hal yang bersifat alami. Oleh karena itu syari’at Islam akan senantiasa selaras dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut disyari’atkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia normal ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi diatur sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama diciptakannya manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya shollallahu’alaihiwasallam. Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema pembicaraan kita, syari’at islam mengajarkan agar umatnya menjadikan pernikahan sebagai sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual dengan cara-cara yang baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi, maka seseorang –dengan izin Allah- akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan yang melanggar syari’at.
Oleh karenanya Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam berwasiat kepada para pemuda:
“Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggul jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanmu. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengendalikan dorongan seksualnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Tujuan Kedua: Mengamalkan Ajaran Nabi shollallahu’alaihiwasallam
Sebagaimana di atas telah dinukilkan kisah yang diriwayatkan oleh sahabat, Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam mengajarkan kepada umatnya untuk menikah, maka diantara tujuan menikah ialah meniru dan menjalankan syari’at dan ajaran beliau shollallahu’alaihiwasallam. Oleh karena itu beliau shollallahu’alaihiwasallam mengingkari keinginan sebagian sahabatnya yang hendak meninggalkan ajaran ini, bahkan beliau shollallahu’alaihiwasallam menyatakan bahwa siapa saja yang tidak suka dengan ajaran ini yaitu pernikahan, maka ia tidak termasuk ke dalam ummat beliau shollallahu’alaihiwasallam.
Tujuan Ketiga: Memperbanyak Jumlah Ummat Islam
Adalah suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya keturunan yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan, dakwah, pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat yang banyak, maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer, ekonomi, dll. Oleh karena itu musuh-musuh islam dimana saja dengan gencarnya melancarkan program KB (Keluarga Berencana), dan juga berbagai makar guna membatasi pertumbuhan dan mengurangi jumlah umat Islam. Sebagaimana dengan jumlah ummat yang banyak, berati ummat yang menjalankan misi dan tujuan dari diciptakannya dunia ini semakin banyak. Sebagaimana dengan bertambah banyaknya jumlah umat islam rasa keterasingan dimasyarakat akan dapat disirnakan, sehingga umat islam akan semakin ringan dan mudah dalam menjalankan ibadah mereka kepada Allah. Oleh karena itu kita dapat merasakan bahwa puasa ramadhan, lebih ringan pelaksanaannya dibanding puasa sunnah, sebab ketika puasa ramadhan, seluruh anggota masyarakat secara bersama-sama menjalankannya, beda halnya dengan puasa sunnah, demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah lainnya.
Sebagaimana dengan pernikahan yang kemudian melahirkan anak keturunan, kita berarti sedang berupaya mewujudkan keinginan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, yaitu berbangga-bangga dihadapan para nabi lainnya kelak pada hari qiyamat.
“Nikahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat lainnya kelak pada hari qiyamat.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany)
Tujuan Keempat: Membina Rumah Tangga Yang Islami & Menerapkan Syari’at
Rumah tangga adalah suatu tatanan masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak, dan dari keluarga inilah penerapan syariat dimulai. Setiap anggota keluarga bahu membahu dalam menanamkan keimanan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, mentumbuh suburkan pengamalan syari’at dan memerangi kemungkaran. Dengan demikian bila jumlah keluarga yang benar-benar telah menegakkan syari’at telah banyak, maka suatu saat dari komunitas tersebut akan terbentuklah suatu tatanan masyarakat yang islami. Dan dari tatanan masyarakat yang islami itulah akan muncul tokoh-tokoh masyarakat yang akan memperjuangkan kebenaran, baik melalui tulisan, tindakan, pendanaan, kekuatan fisik dan lain-lainnya. Demikianlah sunnatullah dalam menegakkan syari’at, yaitu dimulai dari penegakan syari’at pada diri sendiri, kemudian dilanjutkan penagakan syari’at dalam keluarga:
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakaranya adalah manusia dan batu; penjaganya mailakt-malaikat yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim 6)
Pada akhir pembahasan ini, tiada kata yang lebih indah untuk dijadikan sebagai penutup tulisan ini dari ucapan doa:
“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
“Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, kabulkanlah do’a kami.”
“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang diperselisihkan padanya, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam”.