Delapan Golongan yang Berhak Menerima Zakat



Dari situs rumaysho.com disebutkan, berdasarkan ayat Al Quran, ada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat (mustahiq), ditegaskan dalam Al Qur’an Al Karim pada ayat berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Yang Mahakuasa dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Yang Mahakuasa Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60).

Ayat ini dengan terang menggunakan kata “innama” yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.

Sementara situs ahmadzain.com via suara-islam.com merincinya sebagai berikut:

1.  Fakir

Fakir yaitu orang yang penghasilannya belum dapat menutupi separuh dari kebutuhannya.

Ukuran orang fakir miskin di Indonesia yaitu orang yang pendapatannya tidak bisa mencukupi kehidupan sehari-harinya, atau orang yang pendapatannya di bawah standar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Seperti ketidakmampuan keluarga tersebut untuk makan minimal dua kali sehari, atau menempuh pendidikan sembilan tahun, atau mendapatkan pelayanan kesehatan standar dan tak bisa membeli pakaian layak.

Ada juga yang menentukan kriteria orang miskin di desa dengan ciri-ciri sebagai berikut: Dalam sehari makan kurang dari 3 kali, penghasilan tidak tetap, tidak mempunyai sawah atau tegalan, hidup di rumah sederhana dari bilik bambu ukuran 6 x 4 meter persegi dan berlantai tanah.  Termasuk  para jompo, manula, dan para janda yang ditinggal mati suaminya.

2. Miskin

Miskin yaitu orang  yang penghasilannya gres bisa memenuhi separuh atau lebih dari kebutuhannya, tetapi belum bisa terpenuhi semuanya.

Zakat tidak boleh dibayarkan kepada orang yang menjadi tanggungannya, alasannya yaitu hal tersebut akan menimbulkan gugurnya kewajiban  memberi nafkah kepadanya. Contoh :

Seorang suami tidak boleh menawarkan zakatnya kepada istri dan anak-anaknya yang masih dalam tanggungannya.

Seorang anak tidak boleh menawarkan zakatnya kepada orang renta yang menjadi tanggungannya.

Seorang kerabat tidak boleh menawarkan zakat kepada kerabat yang menjadi tanggungannya.

Sebaliknya, dibolehkan menawarkan zakat kepada orang yang bukan di bawah tanggungannya. Contoh:

Seorang istri boleh menawarkan zakatnya kepada suaminya yang miskin.

Seorang anak boleh menawarkan zakat kepada orang tuanya yang miskin tapi hidupnya berdikari dan tidak dalam tanggungan anaknya.

3. Amil Zakat

Amil Zakat yaitu orang yang mendapatkan peran dari negara,  organisasi, lembaga atau yayasan untuk mengurusi zakat. Atas kerjanya tersebut, seorang amil zakat berhak mendapatkan jatah dari uang zakat.

Amil Zakat yang berhak mendapatkan zakat adalah, yang memang profesi utamanya yaitu mengurusi zakat. Jika dia memiliki pekerjaan lain, pekerjaannya tersebut dia anggap sebagai pekerjaan sampingan, yang tidak boleh mengalahkan pekerjaan utamanya, yaitu amil zakat.

Amil zakat ini harus diangkat secara resmi oleh negara, organisasi, lembaga, yayasan. Tidak boleh sembarang bekerja secara serabutan dan tanpa pengawasan. Dasar pengangkatan amil zakat ini yaitu hadits Abu Humaid as-Sa’idi:

Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu a’laihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang berjulukan Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda: "Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang menawarkan kepadanya hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian ia mengangkat tangan-nya,  sehingga terlihat oleh kami ketiak ia yang putih dan (berkata,): "Ya Yang Mahakuasa bukan kah saya sudah sampaikan, bukankah saya sudah sampaikan", sebanyak tiga kali.“  (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Muallaf

Muallaf yaitu akronim dari istilah “al-Muallaf Qulubuhum“ sebagaimana yang disebutkan al-Qur’an dalam surat at-Taubah, ayat : 60. Yang artinya yaitu orang-orang yang hati mereka dilunakkan semoga masuk Islam, atau semoga keimanan mereka meningkat, atau untuk menghindari kejahatan mereka.

Pembagian Muallaf

Dari pengertian di atas, Muallaf yang berhak mendapatkan zakat terbagi menjadi tiga:

Pertama: Orang-orang kafir yang hati mereka sudah cenderung kepada Islam, atau diperlukan semoga mereka masuk Islam, alasannya yaitu dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam, diprediksi Islam akan menjadi lebih kuat.

Kedua: orang-orang kafir yang diperlukan semoga menghentikan kejahatan mereka kepada kaum muslimin.

Ketiga: orang-orang Islam yang lemah imannya alasannya yaitu gres mengenal  Islam, atau supaya mereka tidak keluar lagi memeluk agama lain.

5. Fi ar- Riqab

Fi ar-Riqab yaitu budak belian. Maksud derma zakat kepada mereka bukanlah kita menawarkan uang kepada mereka, tetapi maksudnya yaitu memerdekakan mereka. 

Yang termasuk dalam golongan Fi ar-Riqab adalah:

Pertama: Al-Mukatib, yaitu seorang budak yang ingin membebaskan dirinya dari tuannya, dengan cara membayar sejumlah uang kepada tuannya secara berangsur. Maka, zakat untuknya yaitu dengan cara membantunya membayarkan kepada tuannya sejumlah uang  semoga dia bebas dari perbudakan, baik diberikan pribadi kepada tuannya atau diberikan kepada budak tersebut, untuk kemudian diserahkan kepada tuannya.

Jika budak tersebut tidak mempergunakan uang tersebut sebagaimana mestinya, maka uang itu berhak untuk diambil lagi.

Kedua: Membebaskan budak secara pribadi dengan uang zakat tersebut, walaupun dia bukan mukatib.

Ketiga : Seorang muslim yang menjadi tawanan perang orang kafir, boleh membayar tebusan dengan uang zakat semoga dia terbebas dari tawanan.

6. Al-Gharimun

Al-Gharim yaitu orang-orang yang dililit utang, sehingga dia tidak bisa membayarnya.

Al-Gharim ada dua macam:

Pertama: orang yang dililit utang alasannya yaitu mendamaikan dua pihak yang sedang berselisih. Orang menyerupai ini berhak mendapatkan zakat, walaupun dia sebenarnya orang kaya. Dalilnya yaitu hadist Qabishah bin Muhariq al-Hilali sebetulnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Wahai Qabishah meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi tiga orang, (diantaranya) yaitu seseorang yang menanggung beban orang lain, maka dibolehkan dia meminta-minta sehingga menutupi utangnya, kemudian dia berhenti dari meminta-minta “ (HR. Muslim)

Kedua: Orang yang dililit hutang untuk keperluan dirinya sendiri, menyerupai untuk nafkah keluarga, berobat, membeli sesuatu, atau yang lainnya.

Adapun orang kaya yang berutang untuk keperluan bisnis, maka ini tidak termasuk dalam katagori al-Gharim, sehingga tidak berhak mendapatkan zakat.

7. Fi Sabilillah

Yang dimaksud fi sabilillah yaitu perang di jalan Yang Mahakuasa untuk menegakkan kalimat Yang Mahakuasa di muka bumi.

Fi sabilillah ini meliputi para mujahidin yang berperang melawan orang-orang kafir, pembelian alat – alat perang, dan sarana-sarana lain untuk keperluan jihad di jalan Allah.

Para mujahid berhak mendapatkan zakat, walaupun mereka sebenarnya kaya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang yang waktunya tersita untuk berguru ilmu agama, termasuk para santri di pesantren-pesantren sehingga tidak sempat untuk bekerja, mereka termasuk fi sabilillah, alasannya yaitu ilmunya akan bermanfaat bagi kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu ‘laihi wassalam bersabda:

"Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Yang Mahakuasa hingga pulang." (Hadits Hasan Riwayat Tirmidzi)

8. Ibnu Sabil

Ibnu Sabil yaitu seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan, sehingga dia tidak bisa melanjutkan perjalanan atau kembali ke kampung halamannya. Orang menyerupai ini, walaupun dia kaya di kampung halamannya, berhak untuk mendapatkan zakat sekedarnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga dia hingga tujuan.


 Untuk unduh artikel versi MS Word silakan klik di sini 
 Untuk unduh artikel versi PDF silakan klik di sini