Kisah Khilafah Pemberani

Mendudukkan Posisi Jihad dan Khilafah

Alkisah. Pada Juni tahun 1896 M, datanglah pemimpin Yahudi Internasional Theodore Herzl ditemani Neolanski kepada Khalifah Abdul Hamid di Konstantinopel. Kedatangan mereka yakni meminta Khalifah memperlihatkan tanah Palestina kepada Yahudi. Tidak tanggung-tanggung, mereka pun memberi iming-iming, “Jika kami berhasil menguasai Palestina, maka kami akan memberi uang kepada Turki (Khilafah Utsmaniah) dalam jumlah yang sangat besar. Kami pun akan memberi hadiah melimpah bagi orang yang menjadi mediator kami. Sebagai akhir juga, kami akan senantiasa bersiap sedia untuk membereskan duduk kasus keuangan Turki”.


Namun, Khalifah Abdul Hamid menentang keras. Beliau menyatakan, “Saya tidak sanggup mundur dari tanah suci Palestina ini. Sebab, tanah ini bukan milik saya. Tanah suci ini yakni milik rakyat saya. Nenek moyang kami telah berjuang demi mendapat tanah suci ini. Mereka telah menyiraminya dengan tumpahan darah. Cabik-cabiklah dulu tubuh dan raga kami, jikalau bisa! Ingat, kami tidak akan membiarkan raga kami dicabik-cabik selama hayat masih dikandung badan!” (al-Yahud wa ad-Dawlat al-Utsmaniyah, hal. 116). Beliau pun pernah menyatakan, ”Wahai kaum Muslim, kita tidak sanggup meninggalkan al-Quds. Dia yakni kota suci kita. Al-Quds selamanya harus berada di tangan kita.” (al-Utsmaniyyun fi at-Tarikh wa al-Hadharah, hal. 57). Kaum Muslim pun mendukung penuh perilaku pemimpin umat Islam tersebut.


Kesungguhan sang Khalifah itu ditunjukkan pula dalam Maklumat yang dikeluarkannya pada tahun 1890 M: ”Wajib bagi semua menteri untuk melaksanakan studi bermacam-macam serta wajib mengambil keputusan yang serius dan tegas dalam duduk kasus Yahudi tersebut” (as-Sulthan Abdul Hamid II, hal. 88). Ketegasan Khalifah mengakibatkan Herzl tak berdaya menghadapinya. Dia pun menyampaikan, ”Sesungguhnya saya kehilangan cita-cita untuk sanggup merealisasikan keinginan orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan pernah sanggup masuk kedalam tanah yang dijanjikan selama Sultan Abdul Hamid II masih tetap berkuasa dan duduk di atas kursinya” (al-Yahud wa ad-Dawlat al-Utsmaniyah, hal. 158).


Itulah perilaku gemilang penguasa Muslim dan rakyatnya ketika itu. Kini, rakyat Palestina semenjak 1948 dijajah Israel. Mereka terus dibombardir bom, ditembaki senapan, dan setiap hari hidup dalam ketakutan. Bahkan, final Desember 2008 sampai sekarang telah syahid lebih dari 400 orang laki-laki, perempuan, belum dewasa dan orang bau tanah renta. Setidaknya, 1700 orang luka-luka. Rumah sakit anak pun diporakporandakan. Protes dan demonstrasi terjadi di mana-mana. Pengumpulan dana, makanan, dan obat-obatan terus berjalan. Sungguh amal mulia, sekalipun ini hanya membantu mengobati yang luka tapi tidak sanggup menghentikan kebiadaban Israel. Karenanya, sebagian kalangan berupaya mengirimkan relawan perang. Seruan jihad dimana-mana. Ini memperlihatkan rakyat di banyak sekali negara merasa satu tubuh dengan saudara-saudaranya di Palestina.


Sikap rakyat ini berbeda dengan perilaku penguasanya. Negeri-negeri Muslim punya kekayaan dan kekuatan untuk menghentikan kebiadaban Israel. Namun, para penguasa tidak menggunakannya. Paling hanya mengecam. Aneh, ratusan nyawa melayang dalam sekejap hanya dijawab dengan sekedar melaksanakan sidang. Padahal, menghentikan penjajahan tidak sanggup dengan sekedar kutukan atau perundingan. Senjata harus dilawan senjata. Semestinya, para penguasa Muslim mengerahkan pasukan. Alih-alih mengenyahkan penjajah, sebagian penguasa Muslim justru malahan makan bersama pimpinan Israel, bersalaman dan berpelukan dengan mereka. Lebih mengherankan lagi, penguasa Saudi justru menangkap ulama yang menyerukan pengiriman pasukan membela Palestina. Kalau dulu, Khalifah Abdul Hamid mati-matian menjaga dan membela tanah Palestina, sekarang para penguasa membiarkan Israel menjajah tanah suci itu bahkan hanya membisu menyaksikan pembantaian Muslim Palestina sambil memperlihatkan santunan kuliner dan obat-obatan alakadarnya.

Dulu, Herzl merasa putus cita-cita untuk menguasai Palestina alasannya yakni ketegasan penguasa Muslim kala itu, Khalifah Abdul Hamid. Beliau tidak kompromi. Sebaliknya, sekarang Israel tidak merasa gentar kepada dunia Islam padahal negerinya besar-besar dan penduduknya lebih dari 1,4 milyar. Mengapa? Sebab, kaum Muslim terpecah-pecah dan penguasanya tidak tegas menyerupai Khalifah Abdul Hamid. Karenanya, solusi bagi duduk kasus Palestina yakni Khilafah dan Jihad. Ya, Khilafah dan Jihad!