Fiqih Kontemporer | Aturan Seni Rupa Berdasarkan Islam

Gambar yang Terhina yaitu Halal

Setiap perubahan dalam masalah gambar yang mustahil diagung-agungkan hingga kepada yang paling hina, sanggup pindah dari lingkungan makruh kepada lingkungan halal. Dalam hal ini ada sebuah hadis yang menerangkan, bahwa Jibril a.s. pernah minta izin kepada Nabi untuk masuk rumahnya, lalu kata Nabi kepada Jibril:

"Masuklah! Tetapi Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk, sedang di dalam rumahmu itu ada korden yang penuh gambar! Tetapi bila kau tetap akan memakainya, maka putuskanlah kepalanya atau potonglah untuk dibentuk bantal atau buatlah tikar." (Riwayat Nasa'i Ban Ibnu Hibban)

Oleh alasannya yaitu itulah dikala Aisyah melihat ada tanda kemarahan dalam wajah Nabi alasannya yaitu ada korden yang banyak gambarnya itu, maka korden tersebut dipotong dan digunakan dua sandaran, alasannya yaitu gambar tersebut sudah terhina dan jauh daripada menyamai gambar-gambar yang diagung-agungkan.

Beberapa ulama salaf pun ada yang menggunakan gambar yang terhina itu, dan mereka menganggap bukan suatu dosa. Misalnya Urwah, beliau bersandar pada sandaran yang ada gambarnya, di antaranya gambar burung dan orang lakilaki. Kemudian Ikrimah berkata: Mereka itu memakruhkan gambar yang didirikan (patung) sedang yang diinjak kaki, contohnya di lantai, bantal dan sebagainya, mereka menganggap tidak apa-apa.

Photografi
Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa semua problem gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, menyerupai yang telah kami sebutkan di alas.

Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang sekarang dikenal dengan nama fotografi, maka ini yaitu masalah gres yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh alasannya yaitu itu apakah hal ini sanggup dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya menyerupai tersebut di atas?

Orang-orang yang berpendirian, bahwa haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih bila tidak sebadan penuh. Tetapi bagi orang yang beropini lain, apakah foto semacam ini sanggup dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis karena menandingi ciptaan Tuhan --tidak sanggup diterapkan pada fotografi ini? Sedang berdasarkan ahli-ahli usul-fiqih bila illatnya itu tidak ada, yang dieksekusi pun (ma'lulnya) tidak ada.
 Setiap perubahan dalam masalah gambar yang mustahil diagung Fiqih Kontemporer | Hukum Seni Rupa Menurut Islam

Jelasnya problem ini yaitu menyerupai apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: "Bahwa fotografi itu yaitu merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikitpun tidak ada larangannya.

Karena larangan menggambar, yaitu mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibentuk sebelumnya yang sanggup menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel)."

Sekalipun ada sementara orang yang ketat sekali dalam problem gambar dengan segala macam bentuknya, dan menganggap makruh hingga pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan menawarkan rukhshah terhadap hal-hal yang bersifat darurat alasannya yaitu sangat dibutuhkannya, atau alasannya yaitu suatu maslahat yang mengharuskan, contohnya kartu pendliduk, paspor, foto-foto yang digunakan alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada gejala pengagungan. atau hal yang bersifat merusak aqidah. Foto dalam problem ini lebih diharapkan daripada melukis dalam pakaian-pakaian yang oleh Rasulullah sendiri sudah dikecualikannya.

Subjek Gambar
Yang sudah pasti, bahwa subjek gambar memiliki dampak soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama, semua orang Islam mengharamkannya.

Oleh alasannya yaitu itu gambar-gambar perempuan telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas perempuan dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi ihwal haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan gambar-gambar tersebut.

Termasuk yang sama dengan ini ialah gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Tuhan dengan sapi, api atau lainnya, contohnya orang-orang Yahudi, Nasrani yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam tetapi tidak mau berhukum dengan aturan Allah; atau orang-orang yang gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat menyerupai bintang-bintang film dan biduan-biduan.

Termasuk haram juga ialah gambar-gambar yang sanggup dinilai sebagai menyekutukan Tuhan atau lambang-lambang sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh Islam, gambar berhala, salib dan sebagainya.

Barangkali seperai dan bantal-bantal di zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh alasannya yaitu itu dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di rumahnya, kecuali dipatahkan.

Ibnu Abbas meriwayatkan:

"Sesungguhnya Rasulullah s.a. w. pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat palung-patung di dalam Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia menyuruh, lalu dihancurkan." (Riwayat Bukhari).

Tidak diragukan lagi, bahwa patung-patung yang dimaksud yaitu patung yang sanggup dinilai sebagai berhala orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di zaman-zaman dahulu.

Ali bin Abu Talib juga berkata:
"Rasulullah s.a.w. dalam (melawat) suatu mayat ia bersabda: Siapakah di kalangan kau yang akan pergi ke Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala kecuali harus kau hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang bercungkup) melainkan harus kau ratakan dia, dan jangan ada satupun gambar kecuali harus kau hapus dia? Kemudian ada seorang pria berkata: Saya! Ya, Rasulullah! Lantas ia memanggil penduduk Madinah, dan pergilah si pria tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata: Saya tidak akan membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia, dan tidak akan ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya ratakan beliau dan tidak ada satupun gambar kecuali saya hapus dia. Kemudian Rasulullah bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari yang tersebut maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w." (Riwayat Ahmad; dan berkata Munziri: Isya Tuhan sanadnya baik)

Barangkali tidak lain gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk dihancurkan itu, melainkan alasannya yaitu patung-patung tersebut yaitu lambang kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah supaya higienis dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap aliran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang Menggambar

Dapat kami simpulkan aturan masalah gambar dan yang menggambar sebagai berikut:
  1. Macam-macam gambar yang sangat diharamkan ialah gambar-gambar yang disembah selain Allah, menyerupai Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar menyerupai ini sanggup membawa pelukisnya menjadi kufur, bila beliau lakukan hal itu dengan pengetahuan dan kesengajaan. Begitu juga pemahat-pemahat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.
  2. Termasuk dosa juga, orang-orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tetapi bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni beliau beranggapan, bahwa beliau sanggup mencipta jenis gres dan menciptakan menyerupai pembuatan Allah. Kalau begitu keadaannya beliau sanggup menjadi kufur. Dan ini tergantung kepada niat si pelukisnya itu sendiri.
  3. Di bawah lagi patung-patung yang tidak disembah, tetapi termasuk yang diagung-agungkan, menyerupai patung raja-raja, kepala negara, para pemimpin dan sebagainya yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monumen-monumen yang dibangun di lapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu satu tubuh penuh atau setengah badan.
  4. Di bawahnya lagi ialah patung-patung hewan dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan belum dewasa dan yang tersebut dari materi makanan menyerupai manisan dan sebagainya.
  5. Selanjutnya ialah gambar-gambar di pagan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-agungkan menyerupai gambar para penguasa dan pemimpin, lebih-lebih bila gambar-gambar itu dipancangkan dan digantung. Lebih berpengaruh lagi haramnya apabila yang digambar itu orang-orang zalim, ahli-ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti telah meruntuhkan Islam.
  6. Di bawah itu ialah gambar binatang-binatang dengan tidak ada maksud diagung-agungkan, tetapi dianggap suatu manifestasi pemborosan. Misalnya gambar gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya masuk yang dimakruhkan.
  7. Adapun gambar-gambar pemandangan, contohnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung dan sebagainya, maka ini tidak dosa samasekali baik si pelukisnya ataupun yang menyimpannya, selama gambar-gambar tersebut tidak melupakan ibadah dan tidak hingga kepada pemborosan. Kalau hingga demikian, hukumnya makruh.
  8. Adapun fotografi, pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objek yang diharamkan, menyerupai disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebih bila yang disanjung-sanjung itu justru orang-orang kafir dan ahli-ahli fasik, contohnya golongan penyembah berhala, komunis dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
  9. Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya diuubah atau direndahkan (dalam bentuk gambar), maka sanggup pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang biasa diinjak oleh kaki dan sandal.