Tanda Hitam Di Jidat Bekas Sujud

Biasanya orang yang mempunyai tanda hitam di jidat itu sering diasumsikan sebagai orang yang rajin shalat sehingga dianggap sebagai perlambang kesalehan seorang muslim.
Namun sepanjang yang kami ketahui, ukuran kesalehan seorang muslim tidaklah ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di jidat. Kesalehan selalu mengandaikan prilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur. Kendati demikian kami tidak menafikan bahwa ada sebagian orang saleh mempunyai tanda hitam di jidatnya tetapi bukan tanda yang dibentuk dengan sengaja tetapi lebih sebab seringnya bersujud.
Tanda hitam di jidat dalam keterangan yang kami ketahui diserupakan dengan tsafinatul ba’ir sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abi Darda` RA yang terdapat dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnul Atsir.
أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.
Bahwa dia melihat seorang pria yang di antara kedua matanya terdapat tanda ibarat tsafinatul ba’ir. Lantas dia berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya ialah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya sebab khawatir hal tersebut menyebabkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Lantas apa makna tsafinatul ba’ir? Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami akan menyuguhkan klarifikasi Ibnul Atsir wacana makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah ialah pecahan badan yang melekat tanah dari setiap binatang berkaki empat saat menderum ibarat lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.
اَلثَّفِنَةُ بِكَسْرِ الْفَاءِ مَا وَلِيَ الأَرْضَ مِنْ كُلِّ ذَاتِ اَرْبَعٍ إِذَا بَرَكَتْ كَالرُّكْبَتَيْنِ وَغَيْرِهِمَا وَيَحْصُلُ فِيهِ غِلَطٌ مِنْ أَثَرِ الْبُرُوكِ
“At-Tsafinah dengan di-kasrah abjad fa’-nya ialah pecahan badan yang melekat tanah dari binatang berkaki empat saat menderum ibarat kedua lutut dan selainnya dan terdapat padanya ketebalan dari bekas menderum”. (Lihat, Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Dengan mengacu pada klarifikasi Ibnul Atsir, sanggup disimpulkan bahwa makna kata tsafinatul ba’ir ialah pecahan badan unta yang melekat tanah saat menderum dan menjadi tebal sebagai akhir menderumnya.
Di samping itu mengenai tanda hitam di jidat sebagai bekas sujud yan terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai sebab dikhawatirkan akan menyebabkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, kalau dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, akhirnya harus dihilangkan.Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra ialah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang mempunyai tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ
Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh saya murka dan tidak menyukai seorang pria yang saat saya melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).
Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja menciptakan tanda hitam di jidat, contohnya saat ia melaksanakan sholat bersujud dengan menekan jidat dan menggesekkannya di daerah sujud sehingga menyebabkan tanda hitam di jidat maka terang tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja menciptakan tanda hitam di jidat dari bekas sujud mereka. Padahal itu ialah salah satu identitas orang Khawarij.
وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ
“Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud ialah tanda bekas sujud di jidat yang sengaja dibentuk oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu ialah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”. (Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).
Apa yang dikemukakan al-Biqa’i ekonomis kami sangat menarik. Sebab, pernyataan dia setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij ialah menciptakan tanda hitam di jidat dari bekas sujudnya untuk mengatakan bahwa mereka ialah jago ibadah. Perbuatan kaum Khawarij ibarat ini tentunya harus kita hindari. Wallahu a'lam bis shawwab. (nu.or.id)