Menentukan Awal Ramadhan dengan Rukyat dan Hisab

Penentuan awal Ramadhan selalu menarik untuk dibicarakan, hal ini alasannya yakni ada 2 metode dalam menentukan kapan tanggal 1 Ramadhan dimulai. Di Indonesia ada 2 kekuatan jamaah yang paling besar yang keduannya berlainan dalam menggunakan metode penentuan awal Ramadhan sehingga terkadang menghasilkan akad yang berbeda pula dalam menentukan awal Ramadhan.

Namun demikian, tidak ada duduk perkara dengan perbedaan tersebut, alasannya yakni masing-masing punya dalil yang berpengaruh dan dalam fiqih Islam hal itu dianggap sah, yang penting cara menyikapi di antara masing-masing jamaahnya yang harus diperhatikan, jangan hingga perbedaan pendapat malah memperlebar jurang persaudaraan.


Metode penentuan awal Ramadhan

Dalam ilmu fiqih dikenal 2 metode dalam penentuan awal bulan termasuk penentuan awal bulan Ramadhan yakni metode rukyatul hilal dan metode hisab. Sebelum kita bahas lebih jauh lagi, kita perlu mengenal dulu apa arti kata rukyat, hilal dan hisab. Berdasarkan kosa kata bahasa Arab, arti kata rukyat (ru-yat) yakni melihat. Lalu apa itu hilal ? Arti hilal yakni sebutan bulan yang gres muncul pada tanggal 1 bulan hijriyyah.

Hilal biasanya berbentuk sabit kecil yang mampu terlihat jikalau matahari sudah terbenam penuh atau sesaat setelah ijtimak atau konjungsi (Maka itulah kenapa pemerintah dan ulama selalu melaksanakan sidang itsbat setelah waktu maghrib). Ijtimak yakni kondisi bulan yang tidak dapat terlihat dari bumi, alasannya yakni permukaan bulan yang nampak dari bumi tidak menerima sinar matahari, sehingga dikenal istilah bulan baru. Perbedaan waktu dan daerah di bumi akan mensugesti tampakan hilal.

Lalu kapan kita mampu melihat hilal ? Mencari hilal awal Ramadhan dilakukan pada tanggal 29 Sya'ban setelah terbenam matahari. Untuk melihat hilal, harus dilakukan di daerah yang kira-kira tidak terhalang, ibarat gedung bertingkat, pantai, padang pasir atau gunung.

Ketika matahari terbenam, hilal dapat kita cari baik dengan mata eksklusif maupun memakai alat canggih. Jika tampak bulan sabit kecil, berarti sudah masuk tanggal 1 Ramadhan dan malam itu juga dilakukan sholat sunat tarawih dan berniat puasa Ramadhan untuk esok hari. Jika ternyata hilal tidak dapat dilihat, alasannya yakni memang tidak tampak atau cuaca mendung maka bulan Sya'ban harus digenapkan menjadi 30 hari. Sampai sini mungkin teman semua sudah faham perihal rukyatul hilal ini.




Setelah teman faham apa arti hilal, sekarang berlanjut ke pengertian hisab. Hisab yakni penentuan posisi bulan untuk mengetahui awal Ramadhan dengan perhitungan secara matematis dan astronomis. Saat ini metode hisab sudah menggunakan komputer dan software sehingga menghasilkan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Hisab sering dipakai sebelum rukyat untuk menentukan ijtimak atau kunjungsi. Ijtimak ini terjadi setiap 29,531 hari sekali.

Lalu mengapa di Indonesia sering terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan ? Perlu diketahui bahwa Indonesia dan negara ASEAN menggunakan metode imkanur rukyat dalam menentukan awal Ramadhan. Dalam metode ini disetujui bahwa awal bulan hijriyyah terjadi apabila :
  • saat matahari terbenam, ketinggian bulan di atas cakrawala minimal 2° dan sudut jarak lengkung bulan-matahari minimal 3°.
  • saat bulan terbenam, usia bulan minimal 8 jam dari ijtimak
Dengan demikian maka ada 3 kemungkinan dalam penentuan awal Ramadhan yakni :
  • Ketinggian hilal kurang dari 0°, maka hilal tak akan terlihat, pengikut hisab dan rukyat sepakat belum masuk awal Ramadhan.
  • Ketinggian hilal lebih dari 2°, maka hilal kemungkinan akan terlihat, pengikut hisab dan rukyat sepakat sudah masuk awal Ramadhan.
  • Ketinggian hilal di antara 0° sampai 2°, kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat tetapi secara hisab hilal sudah di atas cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, maka awal Ramadhan telah masuk malam itu, dan pengikut hisab dan rukyat sepakat sudah masuk awal Ramadhan. Tetapi jikalau rukyat tidak berhasil melihat hilal maka pengikut rukyat harus menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal Ramadhan, sementara hisab mampu mengambil kesimpulan yang berbeda. Itulah kenapa terkadang ada perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan antara NU (rukyat) dan Muhammadiyyah (hisab).
Lalu mana yang kita ikuti ? Tentunya tergantung iktikad masing-masing. Karena kedua metode ini ada dasar hukumnya dan benar adanya, maka kita boleh mengikuti salah satu yang kita yakini dengan syarat harus konsisten, artinya jikalau dalam penentuan awal Ramadhan kita ikut ke metode rukyat, maka dalam penentuan awal Syawal juga harus mengikuti rukyat. Jangan mencampur aduk antara rukyat dan hisab, misalnya awal Ramadhan ikut ke hisab tapi awal Syawal ngikut ke rukyat, ini tidak boleh.