Wudhu ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Wudhu adalah amalan yang penting dan mulia, karena sholat seseorang tidak akan diterima tanpa berwudhu dahulu. Dan dalam masalah wudhu, kita akan bahas beberapa sunnah dalam berwudhu secara ringkas dalam bentuk poin-poin saja dan tidak terperinci, untuk menyempurnahkan sunnah. Diantara sunnah wudhu:

a.  Bersiwak 

Bersiwak dilakukan sebelum berwudhu atau sebelum berkumur-kumur, dan ini adalah keadaan kedua dimana kita disunnahnya untuk bersiwak. Maka, disunnahkan untuk orang yang hendak berwudhu bersiwak terlebih dahulu. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Andai aku tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.”  (HR Ahmad: 9927)
Juga hadis Aisyah  radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Kami menyiapkan untuk beliau siwak dan air wudhunya. Allah menidurkan beliau sampai yang dikehendakinya pada malam hari, lalu beliau bersiwak, berwudhu dan shalat..”  HR Muslim: 746.



b.  Membaca basmalah 

Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu, “Tidak ada wudhu bagi orag yang tidak menyebut nama Allah.” (HR Ahmad: 11371)
Hadis ini lemah (dha’if). Dinilai lemah oleh Abu Zur’ah, Abu Hatim, Ibnul Qathan  rahimahumullah. Imam Ahmad  rahimahullah berkata, “Tidak ada hadis yang valid dalam bab ini.” Namun hadis ini memiliki riwayat penguat dari sejumlah para sahabat. Seluruh riwayat penguat ini juga lemah. Sekelompok ulama rahimahumullah berpendapat bahwa hadis ini, dengan keseluruhan jalur periwayatannya dapat naik kepada derajat ‘hasan’.
 Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Nampaknya, keseluruhan hadis-hadis ini mencipta satu kekuatan yang menunjukkan bahwa masalah ini memiliki sumber yang benar.” Jika hadis tersebut dapat dijadikan hujjah, maka hadis tersebut, Ibnu Khuzaimah dan ia menilainya shahih: 1/73/130, Hakim: 1/245, Bukhari secara ta’liq dengan shighat Jazm dalam bab: Siwak al Ruthab wa al Yabis lish-Sha`im. menunjukkan kesunnahan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama  rahimahumullah. Hadis Abu Hurairah pun, lebih dari satu ulama yang menilainya sebagai hadis hasan dengan keseluruhan jalur periwayatannya.”

c.   Membasuh dua tangan (kaff; yaitu dari jari sampai pergelangan) 

Hal ini berdasarkan hadis Utsman  radhiyallahu ‘anhu dalam  sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan padanya, “Ia mengambil air wudhu, kemudian berwudhu, membasuh kedua tangannya tiga kali…” kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti caraku berwudhu ini.”  (HR Bukhari: 164, Muslim: 226. )

Dalil yang memalingkannya dari wajib dalam firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendakmengerjakan shalat, Maka basuhlah  mukamu…”  (QS. Ali Imran: 6)   dalam ayat ini tidak disebutkan membasuh kedua tangan.

d.  Memulai dengan bagian kanan (tayammun) dalam membasuh tangan dan kaki

Hal ini sesuai hadis Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam  menyukai tayammun saat  memakai sendal, bersisir, bersuci dan dalam seluruh urusannya.”  (HR Bukhari: 168, Muslim: 268.)
Begitu pula hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian berwudhu, mulailah dengan kanan-kanan kalian.” (HR Abu Dawud: 4141)
Ibnu Qudamah  rahimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama –sebagaimana yang kami ketahui -dalam kesunnahan memulai dengan bagian kanan.”

e.  Memulai dengan berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq) 

Sebagaimana dalam hadis Utsman  radhiyallahu ‘anhu tentang kaifiyat wudhu  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “….berkumur-kumur, istintsar, dan kemudian membasuh wajahnya tiga kali…” (HR Bukhari: 199, Muslim: 226.)  jika berkumur dan istinsyaq dilakuka setelah membasuh wajah, tidak apa-apa.

f.  Bersungguh-sungguh (mubalaghah) dalam berkumur-kumur dan istinsyaq bagi orang yang tidak sedang berpuasa

Sebagaimana dalam hadis Laqith bin Shabrah radhiyallahu‘anhu, Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,  “Sempurnakanlah wudhu, sela-sela lah jari-jari, bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (HR Ahmad: 17846)
Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur terambil dari sabda beliau  shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sempurnakanlah wudhu.” Guru kami Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Mubalaghah dalam berkumur-kumur maksudnya adalah menggerak-gerakkan air dengan kuat sehingga seluruh rongga mulut terkena air. Adapun mubalaghah dalam istinsyaq artinya menghirup air dengan nafas yang kuat.. mubalaghah dimakruhkan bagi orang yang sedang berpuasa, karena ia bisa membuat air menjadi tertelan, dan air dapat turun ke lambung.” Sabda beliau, “Sempurnakanlah wudhu.” Yang dimaksud dengan isbaagh (menyempurnakan) disini adalah meratakan seluruh air wudhu kepada setiap anggota wudhu sesuai haknya. Ini adalah isbaagh yang wajib. Adapun  isbaagh yang sunnah adalah, yaitu mengerjakan sunnah-sunnah wudhu. Isbaagh memiliki pahala yang besar, apa lagi dalam kondisi berat, seperti dalam keadaan airnya dingin pada musim dingin, sementara tidak ada lagi air yang lain. Atau airnya panas pada musim panas, sementara tidak ada lagi air yang lain. Jika seseorang menyempurnakan wudhunya, maka hal itu akan mengangkat derajatnya dan menghapus kesalahan-kesalahannya. Hal ini ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairah radhiy allahu‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang Allah tetapkan sebagai menghapus dosa dan pengangkat derajat?” mereka berkata, “Iya, wahai Rasulullah.” beliau bersabda, “Menyempurnakan (isbaagh) wudhu dalam keadaan berat, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat, itu adalah ribaath (kesiapsiagaan).”  (HR Muslim: 251)



g.  Berkumur dan istinsyaq dengan satu cidukan tangan


Sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu tentang kaifiyat wudhu Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “…beliau memasukkan tangannya (ke dalam bejana), lalu mengeluarkannya, berkumur dan istinsyaq dari satu cidukan tangan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.”  (HR Bukhari: 192, Muslim: 235) Ibnul berkata  rahimahullah, “Tidak ada hadis shahih yang menyebutkan pemisahan antara berkumur dan istinsyaq…., dan beliau beristinsyaq (menghirup air dengan hidung) menggunakan tangan kanannya, lalu beristintsar (membuang air dari hidung) dengan tangan kirinya.”

h.  Tata cara yang disunnahkan dalam mengusap kepala 

Mengusap dimulai dengan cara meletakkan kedua tangan pada bagian depan kepala, kemudian keduanya digerakkan ke belakang kepala, lalu dikembalikan lagi ke depan. Wanita pun disunnahkan mengerjakan sunnah ini dengan tata cara yang sama, ada pun rambut yang lebih dari punuk wanita, ia tidak perlu diusap.Sunnah ini ditunjukkan oleh hadis Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu kaifiyat Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan padanya, “Memulai dengan bagian depan kepalanya, kemudian keduanya digerakkan ke belakang, lalu dikembalikan ke tempat pertama.” (HR Bukhari: 185, Muslim: 235)


i.  Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali basuhan 

Basuhan yang pertama hukumnya wajib, adapun yang kedua dan ketiga hukumnya sunnah. Dan hendaknya tidak lebih dari tiga kali. Hal ini ditunjukkan oleh hadis yang valid dalam shahih Bukhari rahimahullah dari hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  berwudhu satu kali satu kali.”  (HR Bukhari: 157).

j.  Berdoa setelah wudhu 
Dari Umar radhiyallahu ‘anhuia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, “Asyhadu an laa laaha illallaahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu .” Akan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”  (HR Muslim: 234). Atau yang tercantum dalam hadis Abu Sa’id radhiyallahu‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia selesai dari wudhunya, kemudian mengucapkan, “Subhaanakallaa-humma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illaa anta, wa astaghfiruka atuubu .” Allah akan menutup diatasnya (bacaan itu) dengan penutup, kemudian ia diangkat hingga  ke bawah Arsy, dan tidak dibuka hingga hari kiamat.” (HR Nasa’i dalam ‘Amal Yaul wa Lailah, hal. 147, Hakim: 1/752.)

Ibnu  Hajar rahimahullah menshahihkan sanadnya dan menjelaskan  bahwa hadis tersebut tidak valid secara marfu’ (sampai kepada Rasul), ia hanya mauquf (terhenti pada sahabat). Namun hal itu tidak apa-apa, karena tetap hukumnya marfu’, karena tidak ada celah dalam berpendapat dalam masalah ini. Ketika berwudhu, hendaknya seorang muslim menyadari  bahwa ia sedang melaksanakan sebuah ibadah yang memiliki tiga keutamaan besar. Wudhu akan mendatangkan cinta Allah kepadanya, menjadi sebab diampuni dosa-dosanya dan menjadikannya kelak pada hari kiamat dipakaikan perhiasan-perhiasan pada anggota-anggota wudhunya. Allah berfirman,  “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”  (QS. Al Baqarah: 222)

Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, saat ia membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya setiap dosa yang ia lihat bersama dengan air –atau tetesan air terakhir. Saat ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dari kedua tangannya setiap dosa yang ia perbuat dengan kedua tangannya bersama dengan air atau bersama tetesan air terakhir. Saat ia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar setiap dosa yang dilangkahkan oleh kakinya bersama air –atau bersama tetesan air terakhir, hingga ia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.”(  HR Muslim: 244). Darinya juga, ia berkata, “Aku mendengar kekasihku bersabda, “Perhiasan seorang mukmin sesuai dengan air wudhu yang sampai kepada anggota tubuhnya.”  (HR Muslim: 250)